Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi: Pokok-pokok Etnografi II, Jakarta: Rineka Cipta, cetakan ketiga, November 2005
Oleh. Elifas Tomix Maspaitella
Paparan selanjutnya ini adalah resume atas kajian Kontjaraningrat dalam buku di atas, khusus pada bagian Bab VII: Sistem-sistem Kekerabatan
Keluarga – frame dasar perkembangan perilaku manusia
Para antropolog seperti J. Lubbock[E1] , J.J. Bachofen, J.F. McLennan, G.A. Wilken, dll, pada tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat dan kebudayaannya, manusia mula-mula hidup mirip sekawanan hewan berkelompok, dan pria dan wanita hidup bebas tanpa ikatan. Kelompok keluarga inti sebagai inti masyarakat karena itu juga belum ada. Lama-lama manusia sadar akan hubungan antara seorang ibu dan anak-anaknya, yang menjadi satu kelompok keluarga inti, karena anak-anak hanya mengenal ibunya, tetapi tidak mengenal ayahnya. Dalam kelompok seperti itu ibulah yang menjadi kepala keluarga. Perkawinan antara ibu dan anaknya yang berjenis pria dihindari, sehingga timbullah adat eksogami. Keturunan kemudian dihitung dari garis ibu (matrilineal)[E2] .
Studi antropologi pun melihat perkembangan daur hidup manusia, mulai dari masa bayi, masa penyapihan, masa kanak-kanak, masa remaja, masa puber, masa sesudah menikah, masa kehamilan, masa lanjut usia, dll. Pada masa peralihan antara satu tingkat kehidupan ke tingkat berikutnya, biasanya diadakan pesta atau upacara [E3] dan sifatnya universal, dengan maksud bahwa seseoarang telah masuk ke dalam suatu lingkungan sosial yang baru dan lebih luas (hlm.92).
Suatu tahapan penting dalam daur hidup manusia itu adalah perkawinan. Dalam kebudayaan, perkawinan merupakan pengatur tingkah laku manusia yang berkaitan dengan kehidupan kelaminnya. Perkawinan (eksogami[E4] ) membatasi seseorang untuk bersetubuh dengan lawan jenis lain selain suami atau istrinya. Selain sebagai pengatur kehidupan kelamin, perkawinan berfungsi juga untuk memberi perlindungan kepada anak-anak hasil perkawinan, memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, memenuhi kebutuhan akan harta dan gengsi, memelihara hubungan baik dengan kelompok-kelompok kerabat tertentu (hlm.93).
Perkawinan juga membawa akibat-akibat yang sangat luas. Dua orang menikah, mula-mula adalah warga dari kelompok kekerabatan yang berbeda dalam masyarakat. Oleh karena itu ikatan perkawinan tidak hanya berakibat pada kedua individu terebut, tetapi juga pada keturunan mereka.
Salah satu akibat dari pernikahan itu adalah adat menetap sesudah menikah. Dalam budaya masyarakat, ada tujuh jenis adat menetap sesudah menikah (hlm.103-104):
- Adat untolokal, yang memberi kebebasan kepada sepasang suami-istri untuk memilih tinggal di sekitar kediaman kaum kerabat suami atau di sekitar kediaman kaum kerabat istri;
- Adat virilokal, yang menentukan bahwa sepasang suami-istri diharuskan menetap sekitar pusat kediaman kerabat suami;
- Adat uxorilokal, yang menentukan bahwa sepasang suami-istri harus tinggal sekitar kediaman kaum kerabat istri;
- Adat bilokal, yang mengharuskan bahwa sepasang suami-istri diwajibkan tinggal di sekitar pusat kediaman kerabat suami pada masa tertentu dan di sekitar pusat kediaman kaum kerabat istri pada masa lainnya;
- Adat neolokal, yang menentukan bahwa sepasang suami-istri menempati tempatnya sendiri yang baru, dan tidak mengelompok bersama kerabat suami atau istri;
- Adat avunkulokal, yang mengharuskan sepasang suami-istri menetap sekitar tempat kediaman saudara pria ibu (avunculus) dari suami
- Adat natolokal, yang menentukan bahwa suami dan istri masing-masing hidup terpisah, di antara kaum kerabatnya sendiri-sendiri.
Perkawinan kemudian berdampak langsung pada pembentukan keluarga atau rumah tangga. Dalam kebudayaan atau sosiologi, ada yang disebut:
- Keluarga inti; termasuk di dalamnya adalah suami, istri dan anak-anak mereka yang belum menikah. Anak tiri dan anak yang secara resmi diangkat sebagai anak memiliki hak yang kurang lebih sama dengan anak kandung, dan karena itu dapat dianggap sebagai anggota keluarga inti.
- Keluarga luas; yang merupakan kesatuan sosial yang sangat erat ini selalu terdiri dari lebih dari satu keluarga inti. Warga keluarga luas umumnya masih tinggal berdekatan, dan seringkali, bahkan masih tinggal besama-sama dalam satu rumah. Keluarga luas juga terdiri dari keluarga luas utrolokal (berdasarkan adat utrolokal), yang terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga inti anak-anaknya, baik yang pria maupun wanita; keluarga luas virilokal, yang berdasarkan pada adat virilokal dan terdiri dari keluarga inti senior dengan keluarga inti dari anak-anak laki-lakinya; keluarga luas uxorilokal, berdasarkan adat uxorilokal, yang terdiri dari keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga inti dari anak-anak wanita.
Dalam berbagai masyarakat, ikatan keluarga luas sedemikian eratnya sehingga mereka tidak hanya tinggal bersama dalam satu rumah besar, terapi juga merupakan satu rumah tangga dan berbuat seakan-akan mereka merupakan satu keluarga inti yang besar.
- Keluarga besar; adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari semua keturunan dari seorang leluhur, yang diperhitungkan melalui garis keturunan pria atau wanita, sehingga ada klen besar patrilineal dan klen besar matrilineal.
[E1]Lht. J. Lubbock, The Origin of Civilization and the Primitive Condition of Man, London: 1873
[E2]Menurut teori ini, masyarakat pada awalnya berbentuk matrilineal. Patrilineal kemudian baru berkembang seiring dengan kolonialisme yang lebih menerapkan budaya dominasi dan paternalistik yang mapan.
[E3]Bentuk-bentuk upacara itu dikenal juga di Maluku, seperti ritus cidaku (laki-laki) dan pinamou (perempuan) masa peralihan anak ke remaja dalam masyarakat Nuaulu, ritus papar gigi di masyarakat Wemale, dll. Bentuk-bentuk ritus ini dilaksanakan sekaligus untuk membedakan sex anak.
[E4]Selain eksogami, ada juga bentuk perkawinan lain yang disebut endogami
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
TALITA KUM
(Markus 5:35-43) Oleh. Pdt. Elifas Tomix Maspaitella PROKLAMASI KEMESIASAN YESUS Injil Markus, sebagai injil tertua yang ditulis antara ta...
-
Oleh. Elifas Tomix Maspaitella Paduan Terompet Jemaat Rumahtiga di Rohua, Januari 2009 A. Perspektif Ibadah merupakan suatu aktifitas agama ...
-
Materi Khotbah Bahan Khotbah : Mazmur 72:1-11 Saudara-saudaraku, Tulisan dalam Mazmur 72:1-11(20), merupakan suatu hymne kepada keadilan dar...
-
Oleh. Elifas Tomix Maspaitella [Materi Ibadah Keluarga Perangkat Pelayan Jemaat Rumahtiga, 17 September 2013] Pengantar Tulisan ini...
1 comment:
makasih artikelnya, bang.
ijin copas buat tugas antro saya.
:)
Post a Comment