MEMUSATKAN PIKIRAN KEPADA YESUS


1 Korintus 7:32-34
(Untuk Kaum Perempuan)

K
atong parampuang nih, musti pikir deng ator samua hal. Mulai dari bangong pagi, pikir balanja, mamasa, bacuci, urus laki deng anana, urus sagala macang rupa sampe tengah malang. Amper tar ada waktu par pikir diri sandiri lai. Sagala rupa macang hal tuh katong musti pikir deng karja akang.
Terkesan beban sebagai seorang perempuan begitu tinggi. Peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan/atau perempuan karier, tetap memberi kepada perempuan semacam beban khusus, sebab harus memikirkan segala sesuatu terutama urusan-urusan di dalam rumah. Apalagi jika tidak ada pengertian dan kerjasama dengan suami, maka otomatis perempuan memiliki beban fisik dan psikhis yang luar biasa.
Di sini kita pun patut memberi penghargaan tersendiri kepada para ibu tunggal atau ibu-ibu janda yang ternyata mampu mengatur segala sesuatu, terutama membimbing anak-anak mereka sehingga sukses. Sebab mereka mengalami harus menjalankan tugas keseharian sebagai perempuan dan penyanggah ekonomi utama dan satu-satunya bagi masa depan anak cucunya.
Di dalam kesejatian sebagai perempuan, terkandung satu hal pokok yang malah membuat kita memahami semua peran itu sebagai anugerah, yakni bahwa perempuan adalah juga ‘pemberita firman’.
Artinya, perempuan gereja, dalam seluruh perannya, harus memusatkan perhatian dan pikirannya kepada Kristus. Dalam teks bacaan kita hari ini, rasul Paulus bukan bermaksud mengatakan tidak usah kita susah hati memikirkan suami, anak, atau hal-hal yang menjurus pada urusan seksual. Ia lebih mau menekankan bahwa, jauh lebih dari semua itu ialah memikirkan bagaimana Kristus telah menyatakan kasih-Nya yang tulus kepada kita, terutama selaku kaum perempuan beriman.
Karena, ‘hidup dalam keadaan sewaktu dipanggil TUHAN’ itu jauh lebih mulia. Kita sejak awal dipanggil TUHAN untuk menjadi perempuan beriman. Perempuan beriman itu bisa melakukan tugas apa pun dengan setia dan tekun. Jika ia adalah isteri, ia menjalankan tugasnya sebagai isteri dengan penuh kasih dan setia. Ia tekun mengerjakan tugasnya itu sebagai wujud ketaatannya kepada TUHAN. Dalam hal itu ia tidak boleh direndahkan atau dianggap sebagai pelengkap kepada suaminya.
Justru dalam tugas selaku isteri, ia dihargai, dan penghargaan kepadanya itu harus bersumber dari hati yang tulus, sebagaimana setiap suami menaruh hormat kepada TUHAN (bd. Efesus 5:25-31).
Isteri-isteri tidak boleh menganggap dirinya adalah budak dalam rumah tangga. Sebab itu dengan memusatkan pikiran kepada Kristus, setiap isteri bersama suaminya harus bisa membagi peran dan tugas kepada seluruh anggota keluarga secara berimbang dan adil. Dengan demikian, iman kepada Kristus, membuat rumah tangga kita sejak awal dibina untuk saling menghormati dan saling membantu. Sebab Kristus rela melakukan pekerjaan penebusan kepada kita, Ia mau melayani dan bukan dilayani. Semangat itu harus dijadikan nilai di dalam pendidikan atau pembinaan keluarga (binakel).
Dengan memusatkan pikiran kepada Kristus, sesungguhnya rasul Paulus mau mengajak kita selaku perempuan gereja untuk mengembangkan spiritualitas iman. Suatu semangat di dalam turut menaruh seluruh harapan kepada Kristus yang sanggup melakukan segala sesuatu. Tidak usah cemas dengan berbagai tantangan dan keadaan, tidak perlu berkecil hati dalam setiap masalah.
Perempuan yang menaruh perhatian dan pikiran kepada Kristus akan menjadi tiang penopang iman yang kuat bagi rumah tangganya. Sebab ia selalu kedapatan mampu menjaga seisi rumah tangganya untuk tetap setia kepada TUHAN. Rumah tangganya akan disebut rumah tangga orang beriman, dan perempuan itu akan disebut ‘orang yang setia kepada TUHAN’. Amin!

Comments

Popular posts from this blog

MAKNA UNSUR-UNSUR DALAM LITURGI

Makna Teologis dan Liturgis Kolekta/Persembahan

Hukum dan Keadilan dari Tangan Raja/Negara