Di bibir pantai, air menyapu kakiku yang kotor
Kakiku mulai tertancap dalam pasir
Dan ku tahu bukan karena ada energi di dalam yang menarik
Tetapi karena berat tubuhku di atas delapan puluh lima kilo
gram
Perutku yang membuncit tempat produksi lemak yang sulit
mencair karena malas berolahraga
Ku sadar bahwa aku lebih suka tidur sampai matahari masuk
lewat jendela
Tapi baiklah tinggalkan dulu kamar dan kasur busa tempat
tidur
Mari terus berdiri di bibir pantai
Dan hiruplah udara beraroma garam
Rasakan hangat air laut yang mengandung garam
Jejakilah pasir yang putih laksana bulir garam halus
teruslah hirup udara itu agar rongga dadamu terbuka dan
paru-parumu melebar semoga cairan yang membuat kamu sesak bernafas pun mencair menghembus
keluar
teruslah rasakan hangatnya air laut nan asin agar
pori-porimu terbuka dan segala iodium asli menerobos urat melancarkan peredaran
darahmu agar kau tidak reumatik dan asam urat
jejakilah pasir kasar itu agar syarafmu segar dan rasakan
pijitannya yang lebih merangsang dari tangan kekasih sah atau kekasih gelapmu
teruslah berdiri di bibir pantai
tepat di bibirnya
lalu dengarlah suara ombak kecil yang berkejaran tak henti
sayup-sayup memecah di kakimu mengantar pula segala lamun, dedaun,
ranting kecil, sampah, juga bau-bau kolusi di pasar ikan
Tataplah jauh ke tengahnya,
dan ketahuilah bahwa Yesus bukan anak nelayan
tetapi ia juga pernah berlayar dan tertidur nyenyak di dalam
buritan perahu Simon
ia anak tukang kayu sederhana dan miskin
tetapi ia tahu tanoar [=waktu] tempat ikan puar [=banyak]
ia tahu angin dan gelora laut
tetapi ia tidak lahir di pantaimu
ia bukan anak nelayan sepertimu
tetapi ia tahu naik perahu sepertimu pula
Kini dengarlah suara ombak
ikan-ikan di lautmu kini mulai berkejaran dan papamu sang
nelayan terus melaut
ia tidak akan pulang tanpa hasil sebab segala ikan dan
segala lautmu telah aman dari tangan para pencuri dan perompak
Jika aku adalah ikan-ikan itu,
Pak Jokowi dan Ibu Susi Pudjiastuti,
aku tahu natal adalah milik manusia yang beragama
tetapi aku adalah makhluk yang sama denganmu dan seluruh
anak bangsa
Kita sama-sama Indonesia karena tubir laut tempat tinggalku
adalah Indonesia
Semoga puisi ini pun tidak menyalahi segala aturan dan klaim
apa pun
natal adalah milik peradaban segala makhluk
Kalau aku menjadi ikan-ikan itu,
ijinkan aku sampaikan salam damai natal dari tengah laut di
kepulauan Maluku kepadamu
bersama teman-temanku di perairan Nusantara kami akan datang
ke istanamu untuk menyampaikan: ‘nenek moyang segala ikan akan berbaris di
lapangan upacara dan tanpa komando mereka dan kami semua akan memberi petisi
ikan-ikan: ‘SELAMATKAN KAMI DI TUBIR-TUBIR LAUT BIRU DAN HITAM’.
[Rumahtiga, Ambon, eltom, 23/12-2014]
No comments:
Post a Comment