Refleksi dari Syukuran Pemugaran Gedung Gereja Bethel Jemaat GPM Allang
Oleh. Elifas Tomix Maspaitella
Hari ini (Ahad, 20 Desember 2015), berlangsung ibadah syukur renovasi Gedung Gereja Bethel, Jemaat GPM Allang, Klasis Pulau Ambon Utara, yang direnovasi sejak tahun 2013. Allang (Hina Alane) sebagai salah satu negeri tua di Jazirah Leihitu, Pulau Ambon menempati ruang kosmologis dalam totalitas budaya masyarakat tanah Ambon, Nusa Aponno.
Beberapa cara pandang yang menopang itu ialah kebiasaan semua orang Ambon yang mau berlayar meninggalkan Ambon selalu menyebut “su langgar tanjong Allang” (Sudah berlayar meninggalkan Ambon melewati tanjung Allang). Demikian pun jika ke Ambon, ungkapan “su mau maso tanjong Allang” menjadi frasa yang menunjuk pada adanya ikatan kosmologis tadi.
Tanjong Allang, adalah salah satu sisi pintu depan pulau Ambon, dan Tanjung Nusaniwe adalah sisi pintu lainnya. Keduanya diibaratkan “pintu kabaya” untuk masuk ke Pulau Ambon melalui Teluk Ambon (Allang dan Latuhalat adalah dua negeri Pela). Posisi itu menunjuk pada totalitas ‘lao deng dara’ atau “gunung” sebagai simbol ‘dara’ dan Tanjung sebagai simbol ‘lao’. Pada posisi itu, Allang adalah pusat keseimbangan kosmologis. Pela Allang-Latuhalat, secara makro, membuat Allang berperan sebagai kekuatan harmoni Leihitu dan Leitimur yang pernah berselisih.
Dengan adanya Allang di Leihitu, dan ketika Allang, juga Larike, bertumbuh sebagai Jemaat GPM, maka dalam konteks Leihitu, Allang turut memainkan harmoni keseimbangan dalam relasi kultural dan religius. Hubungan pela dengan Larike juga menjadi matra tersendiri dalam relasi harmoni kultur dan religius itu. Pada sisi ini, identitas kebudayaan masyarakat Allang dan Leihitu pada umumnya merupakan suatu realitas original dan dibentuk oleh kesadaran dasar seluruh masyarakat.
Sebagai negeri adat, harmoni kultural dan religius itu tampak dalam beragam perpaduan tata hidup. Apa yang disebut Georg Simmel dengan sosiasi tampak dalam cara Gereja dan Pemerintah Negeri mengakomodasi elemen-elemen adat dalam gereja dan ruang liturgis. Bangko kas, atau “kursi raja” merupakan salah satu ornamen adat yang diakomodasi di dalam ruang ibadah pada Gereja Bethel sebagai Gereja Tua di Allang.
Status semula sebagai Gereja Negeri menunjukkan bahwa secara historis, Pemerintah Negeri dan Majelis Jemaat sudah membangun sosiasi dan mengakomodasi satu sama lainnya. Hal ini ada pula pada Jemaat GPM di semua negeri adat lainnya di Maluku dan Maluku Utara (termasuk Tiga Batu Tungku). Di dalam gedung Gereja Bethel, Allang, terdapat “bangko kas’ dan tempat duduk Saniri Negeri serta Dewan Guru pada sisi kiri dan kanan mimbar.
Posisi Gedung Gereja Bethel dan Baileu Negeri Allang yang berdekatan merupakan realitas harmoni kultur dan religius yang masih harus dikembangkan secara transformatif. Dalam arti itu, tradisi sebagai wujud praksis kebudayaan selalu memintal dalam hidup kita pesan-pesan harmoni dan totalitas, unifikasi dan kebersamaan.
Semoga Allang akan tetap menjadi pembentuk carapandang kehidupan orang Ambon dan Maluku mengenai harmoni dalam bingkai totalitas kehidupan.
Selamat atas selesainya pekerjaan pemugaran (renovasi) Gedung Gereja Bethel, Jemaat GPM Allang. Tuhan berkati (Allang, 20 Desember 2015).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
TALITA KUM
(Markus 5:35-43) Oleh. Pdt. Elifas Tomix Maspaitella PROKLAMASI KEMESIASAN YESUS Injil Markus, sebagai injil tertua yang ditulis antara ta...
-
Oleh. Elifas Tomix Maspaitella Paduan Terompet Jemaat Rumahtiga di Rohua, Januari 2009 A. Perspektif Ibadah merupakan suatu aktifitas agama ...
-
Oleh. Elifas Tomix Maspaitella [Materi Ibadah Keluarga Perangkat Pelayan Jemaat Rumahtiga, 17 September 2013] Pengantar Tulisan ini...
-
Mazmur 34:16, 17 – Tafsir dan Rekritik Oleh. Elifas Tomix Maspaitella 1. Berawal dari paradigma ‘serba dua’ Saya memberi judul di...
No comments:
Post a Comment