Refleksi Akhir Tahun AMGPM
1. Pengantar
Dalam era demokrasi, negara [state] adalah wadah yang menghimpun dan mengakselerasi semua kepentingan atau kebutuhan rakyat. Artinya negara bertanggungjawab menyelenggarakan segala hal yang bertujuan untuk pemenuhan hak-hak dasar warganya. Jika tidak, maka negara itu tidak mengemban tugas luhurnya sendiri.
Negara dalam representasinya ialah pemerintah yang atas kewenangan tadi mendapat kepercayaan atau dipercayakan oleh rakyat untuk mengatur penyelenggaraan hak-hak hidupnya. Lazim dalam teorinya demokrasi disebut sebagai pemerintahan rakyat – dari, oleh dan untuk rakyat. Seperti juga lazim orang menyebut ‘suara rakyat adalah suara Tuhan’ [vox populi vox Dei]. Seperti itu pula lazim setiap periode pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum kepala daerah semua kandidat menokohkan dirinya sebagai pelayan rakyat, pejuang bagi kesejahteraan dan lain seterusnya.
Kelaziman-kelaziman itu yang ternyata tidak muncul di ranah praksis, karena itu demokrasi adalah sebuah wacana semu yang tersusun apik di buku-buku teori, lembar-lembar keputusan negara, UU, Perpu, Perda dan Propeda. Demokrasi dan pelayanan publik itu menjadi isi pidato politik dalam seremoni berbagai kegiatan pemerintahan, sarasehan, pengresmian suatu proyek dan lain sejenisnya.
Makanya mengapa perlu ada organisasi sipil [OS] yang handal tetapi elegan dan jujur. OS sebagai potensi energi positif masyarakat sipil adalah mediator atau jembatan penghubung antara sipil yakni rakyat [civilian/citizen] dengan pemerintah [government, state]. OS memainkan peran strategis seperti itu karena negara kedapatan tidak lagi menjalankan tugas luhur tadi. Tujuan dari pergerakan OS adalah agar negara kembali menjalankan tugas luhurnya supaya masyarakat terlayani dalam seluruh kemaslahatannya.
Munculnya berbagai OS termasuk elemen organisasi kepemudaan [OKP] penting diletakkan di dalam diskursus kebutuhan publik seperti tadi. Realitas bernegara memperlihatkan bahwa dalam konteks pergerakan sipil [civil movement], setiap OS dituntut untuk semakin profesional memediasi lalu lintas pemenuhan kebutuhan rakyat akan keadilan, perdamaian, kesejahteraan, penegakan hukum sebagai bentuk hak-hak demokrasinya. OS tidak boleh berubah fungsi menjadi suatu pergerakkan massif yang anarkhis dan anti-dialog. OS perlu membangun budaya dialog dan diplomasi yang benar-benar bertumpu pada usaha membangun mekanisme kontrol yang positif. Dimensi massiv-nya dilihat sebagai kekuatan pressure yang positif dibarengi dengan dialog yang intelektual yang kritis.
2. Gejala Munculnya Uncivil-organization/Uncivil-society
Ketika OS tidak menjalankan fungsi-fungsi sipilnya secara baik, dalam arti seluruh perjuangannya tidak lagi untuk rakyat melainkan untuk dirinya atau pribadi-pribadi tertentu yang memimpin atau mengendalikan suatu OS, maka OS itu berubah menjadi Uncivil-Organization [Organisasi Unsipil]. Ini bukan semata pembiasan, melainkan degradasi jati diri dan motivasi luhur perjuangan kritis.
Di tengah situasi bangsa, negara dan pemerintahan yang ‘hongi’ [hiruk pikuk karena bencana alam, tak menentu karena korupsi di tengah hamparan kemiskinan, munafik di tengah tuntutan supremasi hukum, monopolis dengan alasan pensejahteraan, dan lainnya] OS yang baik akan membentuk masyarakat sipil yang dewasa. Sehingga perjuangan untuk melawan tindakan kekerasan, korupsi, kolusi, penyelewengan kewenangan negara, usaha mengentaskan kemiskinan, melawan pembodohan dan marginalisasi, akan menjadi perjuangan masyarakat sipil secara bersama-sama.
Mewaspadai OS menjadi Uncivil-organization adalah usaha dan kerja keras semua pihak. Dalam arti itu OS tidak boleh membiarkan diri menjadi kekuatan penetrasi kelompok atau pribadi tertentu yang ternyata bertujuan untuk kepentingan kelompok atau pribadi itu. OS mesti memaksimalkan kekuatan interpenetrasinya dan karena itu menembusi setiap sekat dengan membangun jejaring perjuangan bersama di antara semua OS yang ada. Kita tidak melihat ini sebagai perlunya suatu wadah bersama, melainkan suatu paradigma perjuangan bersama dan esensi kebersamaan itu terletak pada perjuangan hak-hak dasar rakyat [*]
Elifas Tomix Maspaitella
Ketua Umum PB AMGPM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
TALITA KUM
(Markus 5:35-43) Oleh. Pdt. Elifas Tomix Maspaitella PROKLAMASI KEMESIASAN YESUS Injil Markus, sebagai injil tertua yang ditulis antara ta...
-
Oleh. Elifas Tomix Maspaitella Paduan Terompet Jemaat Rumahtiga di Rohua, Januari 2009 A. Perspektif Ibadah merupakan suatu aktifitas agama ...
-
Oleh. Elifas Tomix Maspaitella [Materi Ibadah Keluarga Perangkat Pelayan Jemaat Rumahtiga, 17 September 2013] Pengantar Tulisan ini...
-
Mazmur 34:16, 17 – Tafsir dan Rekritik Oleh. Elifas Tomix Maspaitella 1. Berawal dari paradigma ‘serba dua’ Saya memberi judul di...
No comments:
Post a Comment