Posts

Showing posts from February, 2009

Renungan Harian: Mazmur 107:33-38

Teologi Kitab Ulangan (Karya Sasatra Deuteronomium) dalam formulasi “berkat dan kutuk” menjadi inspirasi dalam kemasan syair, lagu, puisi, seloka, soneta, dan bahkan prosa di dalam kitab-kitab Sastra Hikmat, atau juga himpunan Tulisan-tulisan ( khethubhim ), termasuk Mazmur. Di dalam kaitan itu, paham retribusi (balas jasa seimbang), tetap menjadi model pengemasan puisi, prosa dan syair Mazmur. Orang fasik cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang mencelakakan orang lain, dan karena itu selalu ditimpakan penghukuman. Orang benar cenderung melakukan perbuatan-perbuatan keadilan, dan bahkan sabar menghadapi fitnahan orang fasik, dan karena itu mendapat berkat. Ini menjadi isyarat pokok dalam memahami teks-teks Mazmur, dan tulisan-tulisan hikmat lainnya. Dalam gaya paralelismenya, dilukiskan di dalam Mazmur 107:33-34, bagaimana bentuk tindakan Tuhan dalam memberikan penghukuman kepada orang fasik. “sungai-sungai menjadi kering…pancaran air menjadi tanah gersang”. Kawasan-kawasan potens

Kasih Setia TUHAN

Mazmur 147:12-20 (Tematis) Teks ini bertujuan untuk (1) memahami bentuk-bentuk perbuatan/pemberian Tuhan sang Penolong; dan (2) memahami tanggungjawab kita. Memahami ‘kasih setia Tuhan’, mengajak kita untuk melihat bagaimana pemazmur mengkonkritkannya. Dalam Mazmur 147, ada beberapa bentuk kasih setia Tuhan, yakni: - IA melakukan keadilan: dimensi hukum (ay.13a) - memberkati manusia dan keturunannya: dimensi pro-kreasi/reproduksi – jaminan kelangsungan generasi manusia (ay.13b) - memberikan kesejahteraan: mencukupkan semua kebutuhan manusia, termasuk akan bahan makanan (berkat di tempat kerja, dalam analogi kebun gandum, dan juga berkat makanan) (ay.14) - memberikan bimbingan: dalam arti menegaskan berulang-ulang firmanNya – termasuk melalui perantaraan nabi (aspek nubuat dan pengharapan eskatologis) (ay.15,18b,19) - memberikan kenyamanan di tengah lingkungan: termasuk di dalamnya iklim dan cuaca yang baik, dan lingkungan hidup yang lestari – termasuk bebas dari polusi (bnd.

Takut TUHAN, Bukan ‘panako’

Ulangan 10:12-22 (Fokus ay.8) Hal ‘takut Tuhan’ kembali menjadi isyarat penting dalam pembaruan hidup umat pada segala segi. Hal ‘takut’ di sini bukanlah semacam perasaan akibat adanya ‘teror’, tetapi suatu sikap tunduk, menyembah, dan bertelut di hadapan kemahakuasaan Tuhan yang menghidupkan. Konsekuensi dari hal ‘takut Tuhan’ itu adalah keputusan-keputusan etis, a.l: - hidup menurut segala jalan yang ditunjukkanNya; dalam arti konsisten untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, tidak bertindak menurut kehendak dan maunya kita yang kadang lebih didominasi oleh keangkuhan dan cari hormat diri sendiri. - mengasihi Dia; dalam arti berpegang pada janji yang telah diikat dengan Tuhan. Matius 25:35-40 malah mengimplementasinya dalam kepedulian kepada orang-orang yang menderita, sebagai wujud melayani Tuhan. - beribadah kepadaNya, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwamu; dalam arti memberi kepada Tuhan totalitas hidup. Ibadah di sini tidak hanya dalam arti ritual, tetapi ju

Beta dan Kasih Tuhan [yang bombong]

Mazmur 106:44-48 (Fokus ay.44) Teks kali ini mengantar kita untuk berusaha memahami bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan di dalam seluruh pengalaman hidup, termasuk pengalaman krisis. Atau sebenarnya, mengapa Tuhan berpihak kepada [keselamatan] manusia (bnd. Mzm.103:1-22). Teks Mazmur 106:44-48 adalah bagian terakhir dari Jilid IV Mazmur (90-106) yang berkisar di seputar hal: (1) perlindungan Allah terhadap umat; (2) sikap umat terhadap Tuhan; (4) kemahakuasaan Tuhan; dan (4) kebaikan hati Tuhan – dimensi kasih setia (ibr. hesed). (a) ‘Kasih setia Tuhan’: kasih yang bombong. Ay.44-48, Ibarat kata, kasih setia itu adalah pemberian Tuhan yang melebihi standar umum yang ada. Ibarat ukuran cupak beras, kasih setia Tuhan itu ‘bombong’, melebihi standar umum. Konsepsi ‘bombong’ tadi tampak dalam gambaran personifikasi Tuhan oleh pemazmur, bahwa ‘Ia menilik, dalam arti memeriksa sampai hal sekecil-kecilnya, kesusahan mereka. Ini adalah suatu aktifitas yang hanya bisa terjadi jika ada ‘bel

Renungan : Mazmur 18:21-30

Oleh. Elifas Tomix Maspaitella Doa Buka Kerja: TUHAN, kuatkanlah tanganku untuk tetap bekerja, dan dalam segala sesuatu tidak menajiskan hidup karena tanganku. Amin Ayat Fokus: ay. 21 – “Tuhan memperlakukan aku sesuai dengan kebenaranku, Ia membalas kepadaku sesuai dengan kesucian tanganku” Renungan: Mencuri itu bukan saja mengambil barang milik orang lain tanpa sepengetahuannya. Kini mencuri itu juga adalah mengambil barang yang bukan milik kita untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan diri sendiri. Karena terkait dengan mengambil, maka mencuri itu adalah aktifitas tangan yang tidak lagi kudus. Orang Ambon selalu bilang begini: “tangan balong sarane kapa?” Tapi ingat, kalimat itu kita gunakan pada masa kanak-kanak, pada saat kita ‘salah kuti mutel’, atau ‘salah medi gacu’. Bukan pada masa ketika kita sudah dewasa, sudah punya pekerjaan, sudah mendapat jabatan penting, sudah menjadi pejabat, sudah menjadi wakil rakyat, sudah menjadi boss, sudah menjadi majelis, sudah menja

Renungan: Yehezkiel 18:21-29

Oleh. Elifas Tomix Maspaitella Doa Buka Kerja : TUHAN, aku mau tetap hidup sebagai orang benar; maka ajarlah aku tetap menjadi benar dan melakukan hal yang benar. Amin Ayat Fokus : ay. 26-27 – “Kalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan sehingga ia mati, ia harus mati karena kecurangan yang dilakukannya. Sebaliknya, kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, ia akan menyelamatkan nyawanya”. Renungan: Katanya, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Kalimat ini sudah sering digunakan untuk melegitimasi ketidakdisiplinan kita, atau sifat ‘jam karet’. Kalimat lain, ‘biking saja, ada pengakuan dosa di gereja pada hari minggu’. Kalimat ini pun sudah sering digunakan untuk melegitimasi hobi kita melakukan perbuatan yang salah. Masih banyak kalimat lainnya, yang sudah dijadikan alat legitimasi. Nah, ternyata itu sudah menjadi semacam pola dalam perilaku beriman kita. Karena kita tahu, Tuhan maha peng

Renungan Harian: 1 Yohanes 2:22-29

Oleh. Elifas Tomix Maspaitella Ayat Fokus: ay. 29 “Jikalau kamu tahu, bahwa Ia adalah benar, kamu harus tahu juga, bahwa setiap orang, yang berbuat kebenaran, lahir dari pada-Nya”. Renungan: Tentu tidak sulit untuk melakukan kebenaran di dalam hidup. Apalagi sebagai pekerja Kristen. Sebab melakukan kebenaran adalah esensi hidup kita. Rahasianya adalah kita telah dibenarkan oleh Kristus, melalui suatu jalan yang sangat mahal, yaitu Salib, kematian, dan kebangkitanNya. Tetapi memang kita kerap menyaksikan, sulit juga orang melakukan hal-hal yang benar. Ayat bacaan kita mengatakan, kesulitan itu terletak karena sikap kita yang malu untuk melakukan hal-hal yang benar. Nah, tentu kita akan kembali bertanya, mengapa harus malu melakukan hal yang benar? Jawabannya, yaitu kita sudah terbiasa menyaksikan orang memutar-balikkan kebenaran. Lalu kita memandang: ‘ah, sudah biasa’. Akibatnya, jika tidak melakukan hal serupa, kadang dipandang ‘tidak ikut trend’. Malah ada bujukan seperti ini: “biking

Kupu-Kupu Murkele

Image
Kupu-kupu Murkele Situs yang disebut sebagai "Kubur Musa" Murkele

Foto Dokumen Murkele

Image
Rumah Tempat penyimpanan "Kain Kafan" Murkele Tulisan pada "Kain Kafan" Murkele "Dua Loh Batu" Murkele Abjad Kerajaan Nunusaku Gunung Murkele dan Pinaiya, tampak dari Jemaat Maraina

Dokumen Murkele:

Image
Fenomena Agama Nunusaku (?) Oleh. Elifas Tomix Maspaitella 1. Dari Mana Labelisasi itu? Salah satu bukti pengaruh agama wahyu pada saat masuk ke suatu wilayah adalah pola identifikasi diri atau labelisasi yang bertahan puluhan bahkan ratusan tahun. Jangka waktu yang panjang itu membuat orang-orang setempat, yang semula menganut agama asli/agama suku, tidak hanya meninggalkan cerita-cerita mitos mereka, tetapi menjadikan mitos agama wahyu sebagai sesuatu yang ada di dalam kehidupan mereka. Di Maluku, seperti salah satu tulisan saya, Solohua Kasale Patai, mitos gunung suci dianut oleh sebagian besar masyarakat. Salah satu gunung yang cukup kuat, dan menjadi situs pertumbuhan agama asli di Maluku Tengah adalah Gunung Murkele. Kita akan menelisik lebih lanjut mitos Gunung Murkele. Tetapi ada satu fenomena yang memang mesti diklarifikasi, yakni semacam pola labelisasi atau identifikasi masyarakat penganut agama asli, terhadap mitos mereka, dengan mitos suci yang ada dalam cerita agama wahyu