MEMENTO OMNIA – INGATLAH SEMUANYA
Mengenang dan Memaknai Penderitaan Yesus
Oleh. Pendeta Elifas Tomix Maspaitella
I – PENGANTAR
YESUS adalah tokoh historik. Ia ada di dalam sejarah, dan kehadiran-Nya tidak terbantahkan. Ia bukan hanya dikenang atau diingat, tetapi diimani sebagai Juruselamat, sang penebus dosa di dalam sejarah kemanusiaan. Bukti yang secara dasariah membuat kehadiran-Nya tidak terbantahkan adalah tiga injil sinoptik, Markus, Matius dan Lukas, sekaligus sebagai sumber-sumber historik yang dibaca dalam kacamata yang multidimensional.
Bagi pegiat sejarah, ketiga sumber itu menceritakan keadaan awal Yesus atau suatu masa dalam episode panjang sejarah Yahudi. Karena itu Yesus dan keyahudian adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Para peneliti sosial menjadikan ketiga injil itu sebagai sumber sejarah pergerakan sosial di masa transisi Yahudi dan Romawi serta ketegangan panjang Yahudi di dalam kekaisaran Romawi dan Yunani. Aliran-aliran pemikiran seperti gnostik dan helenisme dapat dilihat secara terang benderang juga dari ketiga injil itu, ditambah dengan injil Yohanes dan surat-surat Paulus dalam kanon Perjanjian Baru.
Keberadaan Yesus sejarah mengkisahkan suatu peristiwa yang tidak berdimensi waktui pada saat itu, melainkan masuk dalam masa (aeon) yang tidak berkeputusan. Hal itu terjadi karena kehadiran-Nya adalah bagian dari wahyu berabad-abad yang sudah menjadi bagian dari keyakinan agama. Meski orang Yahudi menolak kehadiran-Nya dalam kerangka wahyu atau pengharapan mesianik, tetapi dunia tidak bisa menolak posisi Yesus dalam kerangka wahyu.
Bagi orang Kristen, ketiga injil itu mengkisahkan hidup dan karya sang Juruselamat sejak lahir sampai janji tentang akhir zaman. Artinya, rekaman sejarah itu diyakini sebagai kisah keagamaan tentang Allah yang menjadi manusia (inkarnasi) dan yang akan datang pada akhir zaman. Karena bagi orang kristen, Yesus bukan saja manusia yang ada dalam sejarah, melainkan Tuhan yang menjadi manusia di dalam sejarah dunia/kemanusiaan.
Karena itu semua catatan injil dipahami sebagai cerita iman yang diingat dan dihayati pesannya. Sebab itu, ketika injil dibaca dari zaman ke zaman, Yesus tetap menjadi figur sentral yang tidak tergantikan. Semua kisah dan kata-katanya diingat, semuanya diingat dan dipercayai.
II - MEMENTO OMNIA
Saya menggunakan tiga peristiwa Kristus (Christ event) untuk merenungi mengapa penting pengingatan (Lat. commemorationem) tentang Yesus dan tentang sikap manusia. Empat peristiwa itu adalah kejadian-kejadian dalam kisah penderitaan Yesus sebagaimana dilukiskan para penginjil sinoptik.
a. Yesus Memberitahukan Penderitaan-Nya
Injil Sinoptik mencatat bahwa ada tiga sampai empat kali Yesus memberitahukan tentang kematian-Nya kepada para murid. Injil Markus memulai catatan itu dalam Markus 8:31 – “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari”.
Pemberitahuan | Markus | Matius | Lukas |
Pertama | 8:31 - Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. | 16:21 – Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga | 9:22 – Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. |
Kedua | 9:30-31 – Yesus dan murid-murid-Nya berangkat dari situ dan melintasi Galilea, dan Yesus tidak mau hal itu diketahui orang; Ia berkata kepada mereka, “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit”. | 17:22-23 – Pada waktu Yesus dan murid-murid-Nya bersama-sama di Galilea, Ia berkata kepada mereka, “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, mereka akan membunuh Dia, dan pada hari ketiga Ia akan bangkit.” | 9:44 – Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.” |
Ketiga | 10:33-34 – “Sekarang, kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi hukuman mati kepada-Nya. Mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa lain, yang akan mengolok-olok, meludahi, mencambuk dan membunuh Dia, tetapi sesudah tiga hari Ia akan bangkit.” | 20:18-19 – “Sekarang, kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi hukumana mati kepada-Nya. Mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa lain, supaya Ia diolok-olok, dicambuk, dan disalibkan, tetapi pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan”. | 18:31-32 – Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan segala sesuatu yang ditulis oleh para nabi mengenai Anak Manusia akan digenapi. Sebab Ia akan diserahkan kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, diolok-olok, dihina dan diludahi, dan mereka menyesah dan membunuh Dia, dan pada hari ketiga Ia akan bangkit. |
Keempat |
| 26:1-5 – “Kamu tahu bahwa dua hari lagi akan dirayakan Paskah, dan Anak Manusia akan diserahkan untuk disalibkan.” |
|
Pada tiga kali pemberitahuan itu, telah jelas bahwa, Yesus, Anak Manusia itu, akan diserahkan oleh imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat untuk dibunuh. Dari tiga sinoptisi itu, Matius yang pada akhirnya, dalam Matius 20:18-19, menyebut bentuk konkrit dari rencana pembunuhan Yesus itu yakni dengan jalan disalibkan.
Markus, dan diikuti Lukas, secara konsisten menggunakan istilah apokteinó (yun. ἀποκτείνω – V-FIA, Kata Kerja Future Indikatif Aktif) untuk mengatakan bahwa tindakan tersebut benar-benar akan terjadi atau dilakukan terhadap Yesus, Anak Manusia itu. Kata dengan genus yang sama pula digunakan Matius dalam 16:21 dan 17:23. Namun dalam Matius 20:18, ia menggunakan istilah stauroó (yun. σταυρόω – V-ANA, Kata Kerja Aorist Infinitif Aktif) yang bermakna bahwa, hukuman mati atau tindakan “dibunuh” yang dilakukan terhadap Yesus itu adalah sesuatu yang benar-benar sudah pernah dirancangkan secara matang. Ada pihak yang sudah mempersiapkan semuanya, dan telah mengatur segala sesuatu secara detail untuk membunuh Yesus, Anak Manusia itu.
Dari situ kita bisa mengetahui mengapa sampai tiga kali Yesus memberitahukan kematian-Nya kepada para murid. Artinya, kejadian tersebut akan benar-benar terjadi. Apakah mereka siap ataukah tidak. Mengenai ini, saya gunakan saja catatan Markus. Dalam pemberitahuan pertama di pasal 8:31-9:1, Petrus menarik Yesus dan menegur Dia. Ini memberi kesan pada dua perspektif dan sikap yang berbeda antara Yesus dan para murid tentang resiko kemesiasan Yesus (the risk of Jesus the Messiah).
Rencana matang itu ditunjukkan para sinoptisi mulai dari urutan waktu dan tempat, sampai pada partisipan yang terlibat dalam rencana pembunuhan Yesus. Semua peristiwa itu akan terjadi di Yerusalem. Penyebutan tentang Yerusalem ada pada pemberitahuan pertama dalam catatan Matius. Dua sinpotisi lainnya, dalam pemberitahuan pertama, belum menunjuk ke Yerusalem secara langsung. Tetapi ketiganya sama-sama menyampaikan tentang ada rencana tersebut. Baru pada pemberitahuan kedua, ketiga sinoptisi menyebut langsung Yerusalem, karena memang Yesus dan para murid-Nya akan segera masuk ke kota itu, dan di situlah semuanya akan terjadi.
Partisipan dalam rencana pembunuhan itu adalah imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat. Dua kelompok pemuka Yahudi yang berpengaruh dalam seluruh aspek keagamaan Yahudi. Mereka juga yang selalu bersoal jawab dengan Yesus setiap kali Ia mengajar di Bait Allah atau dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka selalu mencari-cari letak kesalahannya, bukan hanya dalam soal keagamaan tetapi bermaksud menjerumuskan Yesus untuk melakukan pembangkangan secara politik kepada Kaisar.
Mengenai itu, kita diingatkan pada debat panjang tentang kewajiban membayar pajak dalam cerita penginjil (Mrk.12:13-17; Mat.22:15-22; Luk.20:20-26). Di situ pun, mereka tidak mendapati kesalahan atau pelanggaran yang secara langsung dilakukan Yesus, sebab Ia menyanggah mereka dengan meminta uang dinar. Ketika Yesus bertanya, “gambar dan tulisan siapakah ini?” pada uang dinar itu, mereka menjawab: “Gambar dan tulisan Kaisar”. Lalu Yesus menjawab pertanyaan awal mereka: “Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami membayar atau tidak? Dengan jawaban langsung: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah, apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mrk.12:13-17).
Pada pemberitahuan kedua dan ketiga itu pula, disebutkan “Anak manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia” dan pada pemberitahuan ketiga, “kepada bangsa-bangsa lain”. Penyebutan itu tidak sekedar meluaskan partisipan atau khalayak dalam pembunuhan Yesus, tetapi, sesuai catatan Matius, segala tuduhan dan rencana pembunuhan Yesus akhirnya dijadikan sebagai bagian dari pelanggaran politik, untuk menegaskan bahwa memang pembunuhan Yesus ini sudah dirancang dengan sangat matang. Segala cara dan strategi telah diatur dan dipertimbangkan dengan sangat baik, termasuk resiko-resiko tertentu dari itu. Itulah sebabnya injil juga menyampaikan bahwa, setelah ditangkap, Yesus dibawa untuk disidangkan secara berturut-turut, pengadilan rangkap empat, oleh Imam Besar Kayafas, Pilatus, Herodes dan kembali ke Pilatus.
Ia akhirnya dihukum mati dengan dua tuduhan, pertama, menyebut diri sebagai Anak Allah ~sebagai bentuk pelanggaran atas hukum agama/Taurat, dan kedua, menyebut diri sebagai raja ~suatu tindakan subversive terhadap kekaisaran Romawi. Dua tuduhan ini pun penuh dengan skandal. Pilatus berkata, ia tidak menemukan satu pun kesalahan pada diri Yesus, tetapi ia akhirnya menyerah pada desakan massa (penghakiman publik) untuk mengikuti hukum Yahudi, dengan terlebih dahulu memberi grasi kepada Barabas, dan menyerahkan Yesus untuk disalibkan. Penting diingat, bahwa semua ini sudah direncanakan dengan matang dan sungguh-sungguh. Jadi penyaliban Yesus itu benar-benar terjadi dalam sejarah dengan persiapan yang sangat matang.
b. Perjamuan Malam dan Pengkhianatan Yudas
Penetapan perjamuan malam, sebagai bagian dari perayaan roti tidak beragi, adalah kisah berikutnya yang tidak bisa dilepaskan atau dilupakan dalam rangkaian penderitaan Yesus. Para sinoptisi juga membuat catatan-catatan menarik tentang ini.
Dalam injil Markus (14:12-26) dituturkan bahwa perjamuan itu diadakan tepat pada hari pertama Hari Raya Roti Tidak Beragi. Ini adalah hari raya dalam rangkaian Paskah Yahudi, mengenang penyelamatan anak-anak sulung mereka, dalam peristiwa kematian anak-anak sulung orang Mesir. Suatu peristiwa yang akhirnya menjadi momentum keluarnya Israel dari Mesir atau pembebasan dari perbudakan (bd. Kel. 13:1-16).
Kembali ke catatan Markus tadi. Perayaan ini terjadi di rumah seseorang yang tidak disebutkan Namanya. Yesus hanya berpesan kepada dua orang murid-Nya, juga tidak disebut nama mereka, “Pergilah ke kota; di sana seseorang yang membawa kendi berisi air akan menjumpaimu. Ikutlah dia dan katakanlah kepada pemilik rumah yang dimasukinya: Pesan Guru: Di manakah ruangan bagi-Ku tempat Aku bersama murid-murid-Ku dapat makan Paskah?” (14:13-14). Catatan yang sama disampaikan juga oleh Lukas (Luk.22:7-13). Hanya Matius yang menyebut “Si Anu” (Mat.26:18 – yun. deina, δεῖνα = seseorang tertentu). Jadi si Anu pun tidak jelas nama dan siapa orangnya.
Rumah siapakah itu? Tidak diketahui namanya. Orang yang membawa kendi yang berisi air itu pun mungkin adalah hamba dari si pemilik rumah itu. Markus memang bermain dengan tokoh-tokoh anonim. Karena itu, saat malam tiba, dan Yesus makan roti bersama murid-murid-Nya pula, Ia berkata: “Seseorang di antara kamu akan menyerahkan Aku, yaitu dia yang makan dengan Aku” (14:18). Penginjil Markus menggunakan istilah ho esthió meta egó (yun. ó ἐσθίω μετά ἐγώ) untuk menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “dia yang makan dengan Aku” itu mengambil roti yang diberi Yesus dan melahapnya secara langsung, dengan cara yang tidak lazim dari kebiasaan mereka makan bersama-sama, atau tidak lazim dalam tradisi Roti Tidak Beragi.
Apakah cara yang tidak lazim itu? Kita tidak mendapat keterangan itu dari Keluaran 13:1-16. Dalam Keluaran hanya disebut bahwa hari raya itu berlangsung selama tujuh hari sebagai pengingatan bahwa Tuhan-lah yang membebaskan mereka dari Mesir. Dalam masa itu tidak boleh tampak ragi di antara mereka, dan harus diceritakan kepada anak-anak, menjadi hukum, seperti tanda pada tangan dan peringatan pada dahi (Kel.13:9; bd. Ul. 9:6-9).
Matius membantu kita memahami maksud Yesus itu, yaitu “dia yang bersama Aku mencelupkan (yun. embaptó, ἐμβάπτω – V-APA-NMS, Kata kerja Aorist Partisip Aktif, Nominatif orang pertama tunggal maskulin) tangannya ke dalam mangkuk ini, dialah yang akan menyerahkan Aku” (Mat.26:23). Tindakan itu, dalam genus kata kerja di atas, dilakukan dengan sadar dan tanpa malu, atau dilakukan secara langsung pada saat Yesus sedang mencelupkan tangan ke dalam mangkuk tersebut. Roti tidak beragi itu harus dicelupkan ke dalam mangkuk berkuah, sebelum dimakan. Tindakan itu dilakukan Yesus dan pada saat yang sama, dia yang mencelupkan tangan itu juga melakukannya. Siapa murid yang dimaksud? Lukas juga tidak menyebut namanya. Malah dalam Lukas, kata-kata Yesus itu mengundang debat panjang di antara para murid mulai dari siapa yang akan menyerahkan Dia sampai pada siapa yang terbesar di antara mereka. Catatan Lukas tentang perjamuan itu berbeda dari Markus dan Matius (bd. Luk.22:24-38).
Matius langsung menjelaskan bahwa, Yudas yang merespon kata-kata Yesus ini, “Bukan aku, ya Rabi?” (Mat.26:25a). Dari penjelasan kata embaptó, ἐμβάπτω tadi, dapat disimpulkan, sesuai catatan Matius, Yudas telah terlebih dahulu ikut mencelupkan tangannya ke dalam mangkuk yang sama dengan Yesus, barulah dia meresponi Yesus dengan kalimat tadi. Maka jawaban Yesus: “Engkau telah mengatakannya” (Mat.26:25b – yun. su epó - σύ ἔπω). Kalimat Yesus itu juga menggunakan genus kata kerja Aorist Indikatif Aktif, yang membenarkan bahwa, Yudas telah secara langsung dan tegas menjawab pertanyaannya sendiri. Dengan demikian, tokoh anonim dalam Markus, yaitu salah seorang dari antara 12 murid yang akan menyerahkan Yesus, disebut dalam Matius yaitu Yudas, atas pengakuannya sendiri.
Matius malah menyebut dalam pasal 26:14-16, bahwa Yudas terlebih dahulu telah bersepakat dengan imam-imam kepala untuk menyerahkan Yesus dan dia menerima tiga puluh uang perak sebagai harga dari pengkhianatannya. Kejadian itu telah terjadi sebelum Yesus makan Paskah dengan murid-murid-Nya.
Jadi benar, segala sesuatu telah dirancang terlebih dahulu. Dengan menunjuk pada Yudas, maka partisipan yang terlibat dalam pembunuhan Yesus adalah juga orang dari dalam kalangan murid-murid-Nya. Dapat dibayangkan bagaimana proses itu diatur, sampai Yudas, sang bendahara dari dua belas rasul itu, ujung-ujungnya nekat untuk mengkhianati-Nya dan malah mendapatkan bayaran dari pengkhianatan tersebut.
c. Penyangkalan Simon Petrus
Apakah Petrus adalah salah satu dari partisipan yang terlibat langsung dalam pembunuhan Yesus? Tentu tidak. Tetapi dia menjadi bagian dari kebenaran-kebenaran yang dikatakan Yesus terlebih dahulu tentang kematian-Nya. Petrus adalah tokoh penting yang mewakili perspektif dan kehendak manusia dalam penderitaan Yesus. Suatu perspektif yang bertentangan dengan perspektif dan kehendak Allah mengenai kematian dan kebangkitan Yesus.
Jejak Petrus itu sudah tampak sejak Yesus pertama kali memberitahukan tentang penderitaan-Nya. Dalam catatan Markus (8:32), Petrus menarik Yesus dan menegur Dia. Tindakan Petrus menarik Yesus bermakna sebagai cara melawan kata-kata Yesus. Dalam Matius, Petrus malah berkata kepada Yesus: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali tidak akan menimpa Engkau” (Mat.16:22). Oleh Markus, tindakan itu tidak selaras dengan kehendak Allah, dan tampak dalam teguran Yesus kepada Petrus: “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mrk.8:33b; Mat.16:23).
Penyangkalan Simon Petrus menjadi menarik jika dipahami dari pengakuannya tentang siapa Yesus. Dalam Lukas 9:18-22 ~ketika Yesus bertanya tentang siapa diri-Nya? Petrus menjawab: “Mesias dari Allah” (9:20). Rumusan yang sama terlihat pula dalam Markus 8:29, dimana atas pertanyaan yang sama, Petrus menjawab: “Engkaulah Mesias!”, atau rumusan yang panjang dalam Matius 16:16: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup”. Dalam Markus dan Lukas, atas pengakuan Petrus itu, Yesus melarang para murid agar jangan diberitahukan kepada orang banyak. Hanya di dalam Matius, Yesus menerangkan darimana asal pengakuan Petrus itu. Kata Yesus, “Berbahagialah engkau Simon anak Yunus, sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga” (Mat.16:17), dan atas pengakuan itu pula, Yesus meneguhkan Simon sebagai “Petrus” sekaligus memproklamasikan didirikannya gereja (Mat.16:18-19). Tentu Matius telah meluaskan tradisi tua Markus dalam kaitan dengan pentingnya misi gereja di kemudian waktu.
Mengikuti tradisi Matius, terjadi perubahan sikap yang cukup drastis, antara pengakuan Petrus dengan sikapnya terhadap pemberitahuan tentang penderitaan Yesus. Dalam Matius 16:21-23, ketika Yesus memberitahu tentang penderitaan-Nya, Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia. Yesus memberi teguran keras kepada Petrus, dengan berkata: “Enyahlah, Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia (Mat.16:23).
Ini dua hal yang berbeda dari sikap dua orang yang sama dalam waktu yang sangat berdekatan. Petrus mengakui Yesus sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup, tetapi menolak resiko kemesiasan Yesus yaitu menderita dan mati di kayu salib. Pada saat itu pula, Yesus yang semula menyatakan pengakuan Petrus terjadi atas ilham Allah Bapa, kemudian menghardik Iblis yang telah bercokol dalam diri Petrus sehingga menolak resiko kemesiasan-Nya.
Penderitaan Yesus sebagai resiko kemesiasan perlu ditempatkan dalam perspektif kehendak Allah, atau alam pemikiran Allah, bukan manusia. Dalam Matius 1:21, saat diberitahukan oleh malaikat kepada Maria, telah dikatakan bahwa Yesus, yang akan dilahirkan Maria itu, “akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka”. Karena itu tiga kali pemberitahuan tentang penderitaan-Nya adalah rujukan penting mengenai cara Allah untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa, yaitu penderitaan, penyaliban, kematian dan kebangkitan Yesus.
Matius menampilkan sosok Petrus dengan sangat jelas. Dialah, dan Andreas, saudaranya, yang pertama dipanggil untuk menjadi murid Yesus (Mat.4:18). Dia pula yang mengaku Yesus sebagai Mesias (Mat.16:16). Dalam cerita pemberitahuan tentang penderitaan Yesus, Matius menerangkan reaksi atau tanggapan Petrus yang penting disimak, sebagai berikut:
- Matius 16:21-28 – pada pemberitahuan pertama tentang penderitaan Yesus, Simon menarik Yesus ke samping dan menegor Yesus.
- Matius 26:31-35 – Yesus mengingatkan Petrus bahwa ia akan menyangkal Yesus. Saat Yesus mengutip nubuatan Zakaria (Zak.13:7), dengan mengingatkan tentang hari penderitaan yang sudah dekat, Petrus berkata: “Biarpun mereka semua terguncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak”. Yesus meresponi pernyataan Petrus itu dengan mengingatkan dia bahwa dia akan menyangkal Yesus sebelum ayam berkokok. Lagi-lagi Petrus membantahnya dengan berkata: “Sekalipun aku harus mati bersama Engkau, aku tidak akan menyangkal Engkau”. Pernyataan ini diiyakan juga oleh semua murid.
- Matius 26:47-56 – saat Yesus ditangkap, Petrus berusaha menghalau dan ia memotong telinga hamba Ima besar hinggga putus. Tindakannya itu ditegur juga oleh Yesus.
- Matius 26:69-75 – saat Yesus ditangkap dan di hadapan Mahkamah Agama, Petrus terus mengikuti-Nya, namun justru di situlah Petrus menyangkal Yesus sebanyak tiga kali dan pada kali ketiga itulah ayam berkokok.
Gambaran diri dan sikap Petrus itu hendak menerangkan kepada kita bahwa tujuan Allah dengan penderitaan Yesus atau resiko kemesiasan tidak bisa digagalkan oleh rencana manusia. Walaupun Ia diserahkan atas rekayasa manusia, tetapi semua itu menjadi bagian di dalam rencana Allah. Jadi pemberitahuan tentang penderitaan Yesus menunjuk pada para partisipan yang telah merencanakan hal itu dengan matang. Di sisi itulah kita diajak untuk memahami bahwa Allah sudah terlebih dahulu merencanakan semuanya itu, sehingga sebelum semuanya terjadi, rahasia-rahasia itu sudah disingkapkan oleh Yesus sendiri.
III – KESIMPULAN
Tiga kejadian yang dijelaskan di atas merupakan tiga hal yang penting diingat sebagai cerita-cerita bermakna untuk meneguhkan iman. Percaya kepada kata-kata Yesus, atau firman, adalah hal yang penting. Untuk itu, perlu membuka telinga untuk mendengar, lalu meresapi maknanya, sambil terus melanjutkan hidup apa adanya tanpa harus mempersoalkan bagaimana hal itu (akan) terjadi. Saat segala sesuatu terjadi, ada campur tangan Allah di dalam semuanya. Jika Allah campur tangan, semua yang terjadi itu bertujuan demi kebaikan.
Jangan keluar dari jalan-jalan Kristus atau koridor kemuridan. Yudas memilih koridor lain, di luar koridor kemuridan. Pengkhianatannya mencerminkan bahwa ia tidak lagi berjalan dalam koridor itu. Ada batas etik dan spiritual yang telah dilewati. Dampaknya serius, yaitu pengkhianatan. Selagi kita ada dalam koridor kemuridan atau tidak melewati batas etis dan spiritual, kita akan teguh mengikut Yesus.
Biarlah kehendak Allah berjalan sesuai dengan rencana-Nya. Jangan berlaku seakan-akan kita lebih tahu atau bisa mencegah hal-hal yang sudah direncanakan Allah. Baiklah berdiam diri, percaya, dan hidup menurut pengajaran Yesus, nanti Ia akan bertindak sesuai rencana-Nya atas kita.
-Selamat Merayakan Paskah Kristus, 20 April 2025-
Comments