Posts

Showing posts from 2011

HARI KAJADIANG

Basudara Tuang Hati Jantong! Pagi ini ujang taru bagus lai ale. Mar Acim nih ada hati balisah tagal ciong bobou orang bakar kukis. Acim pung dalang hati, tar salah lai, ini bluder sageru nih jua. Acim kaluar dari dapor, langsung skrek, asap kaluar dari Sibu pung dinding gaba-gaba di dapor. Ini akang bobou nih pasti dari sana sudah. Tar salah lai. Acim : Ola ee……tadi malang laki pukul sampe pagi kapa??? [Parsis dengar bagitu, Sander, Ola pung ade laki-laki yang tinggal di sablah Sibu rumah langsung lari kaluar rembeng gaba-gaba. Acim lia Sander lari langsung Acim angka kaki kaeng la lari lai iko Sander di Sibu pung pintu dapor] Sander : Usi ee….usi eee….buka pintu nih la. [Pas Ola buka pintu] Sander : Sibu pukul se????? [Ola tabingung-bingung, mar Ola balong bilang sa kata lai, Acim su torana Sander pung pohong tangang] Acim : Ose nih Alexander toh…..ana su tar tau mau bilang apa lai par ose. Sander : Tadi abang bataria dia laki pukul dia sampe pagi toh???? Acim : Tagal itu o

KALWEDO! MINONG SOPI

Image
Antara Semantik Bahasa dan Simbol Budaya Masyarakat Maluku Barat Daya Oleh. Elifas Tomix Maspaitella KESAN AWAL Harian Ambon Ekspres, Edisi Selasa, 6 Desember 2011, pada halaman 11, memuat analisis Prof. Watloly perihal ungkapan ‘kalwedo’ sebagai sebuah simbol budaya masyarakat Maluku Barat Daya. Watloly tiba pada sebuah kesimpulan bahwa perlu pemahaman sejarah (heurestik) terhadap ungkapan kalwedo itu. Itu disebabkan karena jejak kebahasaan dari kata itu sendiri sudah hampir sulit dideteksi mengingat belum banyak pakar yang menyusun sejarah kebahasaan kelompok sub-etnik di Maluku, sampai pada sistem gramatikal dan vonemiknya. Beberapa usaha yang ditempuh belakangan ini oleh mereka yang menekuni ilmu kebahasaan mungkin juga kehilangan sistem aksara atau alphabetik asli, sebab pola transliterasi dilakukan mengikuti alphabet Arab dan penulisannya disusun mengikuti struktur bunyi dalam bahasa melayu (melayu Ambon). Beberapa diskusi di group ‘Journal Babar’ (jB – mengikuti gaya pengetikan

Pencanangan Adventus Natal 2011

Image
Liturgi Pencanangan Adventus Natal 2011 Jemaat Rumahtiga Klasis GPM Pulau Ambon Jumat, 25 November 2011 Tema : Bersama-sama Menyambut Kedatangan Tuhan Dengan Saling Peduli (Lukas 2:1-7) Solo: KJ. No. 109:1 - ‘Hai Mari Berhimpun’ [masuk Yesus berjubah Biru – simbolisasi Adventus, diiringi anak-anak SM-TPI yang membawa banner bertuliskan: ‘Orang Miskin, Orang Sakit, Orang Cacat, Anak Yatim-Piatu, Korban PHK, Jompo – sebagai refleksi Tema Natal] Anak 1: [Pembawa Banner ‘Orang Miskin’] Di palunganMu TUHAN, kami ada Anak 2: [Pembawa Banner ‘Orang Sakit’] Di palunganMu TUHAN, kami terbaring Anak 3: [Pembawa Banner ‘Orang Cacat’] Kami terus berjalan menuju palunganMu, TUHAN Anak 4: [Pembawa Banner ‘Anak Yatim-Piatu’] Oh, Yesus, Kau terlahir dan punya Mama-Papa. Dan Aku, tak lagi punya Mama dan Papa, tapi aku ada di palunganMu Anak 5: [Pembawa Banner ‘Korban PHK’] Tidak ada lagi gembala, kami yang kini datang ke palunganMu, TUHAN Anak 6: [Pembawa Banner ‘Jompo’] Majusi sudah kembali ke negeri

PROBLEM PEMBANGUNAN DI PULAU-PULAU KECIL

Image
Oleh. Elifas Tomix Maspaitella People centered development atau pembangunan berbasis masyarakat merupakan paradigma pembangunan yang bertumpu pada pendekatan kesejahteraan (social welfare) di mana masyarakat menjadi subyek utama dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan seluruh dinamika pembangunan. Sudah tentu hal itu mengindikasikan bahwa pembangunan menjadikan manusia atau masyarakat manusia sebagai tujuan. Suatu gerakan protes terhadap developmentisme yang cenderung memosisikan manusia sebagai alat untuk melaksanakan proyek-proyek raksasa atas nama kesejahteraan. Ada empat pengalaman kecil dari empat kali berkunjung ke pulau-pulau kecil di Maluku. Pertama, pengalaman berkunjung ke Pulau Larat (MTB), kedua ke Pulau Selaru (MTB), ketiga ke pulau Kisar (MBD) dan keempat ke pulau Wamar-Dobo (Kepulauan Aru). Pengalaman-pengalaman kecil yang patut disyukuri dalam tugas sebagai Ketua Umum PB AMGPM dan Tim Evaluasi PIP/RIPP GPM sepanjang tahun 2010. Dengan pengalaman-pengalaman itu k

PANTUN DAN FALSAFAH BABAR

Refungsionalisasi Makna Oleh. Elifas Tomix Maspaitella 00. PENGANTAR Kepada semua masyarakat Babar, saya mohon maaf jika ada kesalahan-kesalahan terentu dalam tulisan ini. Saya menemui (lagi-lagi dari folder Pdt. Ampy Beresaby, Ketua Klasis GPM Pulau-pulau Babar), beberapa file yang menarik untuk dikaji dalam kaitan dengan aspek-aspek teologi (sebab hanya ilmu itu yang saya pelajari secara formal). Dalam ‘temuan’ itu, ada dua pantun yang cukup menantang dilakukan refleksi. Saya tidak mau menyebut ‘kajian’ sebab apa yang tertuang dalam tulisan ini jauh dari sebuah perlakuan keilmuan, yang bagi saya bisa digali oleh mereka yang tekun dengan metode kerja pengetahuan. Satu pantun, dinamai oleh Pdt. Ampy dalam folder itu sebagai ‘pantun darat’, dan satu lagi dinamainya ‘pantun laut’. Memang yang ada hanyalah rumusannya saja, dan tidak disertai penjelasan sebagaimana makna pantun pada lazimnya. Karena itu sebagai orang yang tidak tahu apa-apa dengan bahasa Babar, saya ‘awam’ di hadapan pantu

TNYAFAR

Image
Komunitas Gereja Pulau-pulau dan Kemiskinan oleh. Elifas Tomix Maspaitella Apakah Tepat, [masih] Mencari ‘rorok’ Teologi? Konsentrasi Gereja Protestan Maluku (GPM) membangun eklesiologi kepulauan, sebagai eklesiologi GPM, sejauh ini masih terfokus pada problem-problem metodologi dan berkisar pada tema-tema yang lebih tepat masuk ke ranah dogmatika. Jauh hari Pdt. Christ Tamaela, mengintroduksi liturgi yang berbau budaya, dan nyanyian ‘Mae ka Lao’ (Mari ke Laut), atau ‘Siwalima Arika’ (Siwalima, cepat!), sebenarnya menunjuk bahwa eklesiologi kepulauan merupakan suatu telaah sosio-teologi yang perlu memperhatikan dengan sungguh-sungguh dinamika bergereja dan berjemaat pada semua jemaat di pulau-pulau yang terhampar dari Maluku Utara sampai Maluku Barat Daya. Saya tidak tahu apakah tulisan ini menambah referensi ke dalam eklesiologi kepulauan ataukah tidak. Apalagi jika ada orang yang sengaja atau tidak, di era kini mulai alergi dengan sumbangan sosiologi dan antropologi ke dalam teologi.

FENOMENA SOSIAL MIGRAN BABAR

Identitas Budaya dalam Reorganisasi Jemaat GPM Oleh. Elifas Tomix Maspaitella Kesan Awal Ada dua sisi cerita yang penting sebagai alasan akademik dan praksis mengapa paper ini sengaja ditulis. Sisi cerita pertama ialah pengalaman tinggal di Karang Panjang, atau menjadi warga Jemaat Imanuel Karang Panjang Klasis GPM Kota Ambon (jauh sebelum Pemekaran Jemaat Petra dari Imanuel Karpan) membuat beta secara langsung berinteraksi dengan sesama warga jemaat yang sebagian besarnya adalah sub etnik Babar atau Tepa. Orang-orang yang tinggal di Kampung Tepa menghisabkan diri dalam Lakopona Amarere, merupakan komunitas Babar/Tepa yang tinggal di daerah Lahane sampai Ahuru (sekarang merupakan wilayah Jemaat Petra Klasis GPM Kota Ambon). Mereka adalah mayoritas penduduk atau warga jemaat di kawasan tersebut dan menjadikan Jemaat Imanuel Karpan (dan kini Jemaat Petra) merupakan jemaat GPM di Kota Ambon dengan tipikal tersendiri. Fenomena ini tentu sama dengan kampung Ullath dan Aboru di kawasan Kara

Kareda

Rekonsepsi Gereja dalam Teks Lokal Bahasa Yamdena Oleh. Elifas Tomix Maspaitella 1. Kesenjangan Makna Perjumpaan dengan komunitas Tanimbar (baca tulisan beta yang lain mengenai ‘Fangridin: Inisiasi Lokal dalam Konteks Budaya Tanimbar di Watmasa’) menimbulkan ketertarikan tersendiri terhadap pemahaman teologi lokal setempat yang kaya makna filosofinya. Pada saat mewawancarai Bpk. Meki Wuarlela (49) - Lanun Duan Watmasa, dan Bpk. Onesimus Wuarlela (67), di Watmasa (28 Mei 2011, jam 07.30- 08.20), beta sempat mendengar sebuah istilah lokal dalam bahasa Fordata, yakni kareda. Menelusuri jejak arti operasionalnya ternyata menemui kendala tersendiri karena mereka lazim menerjemahkan kata itu secara langsung berarti ‘gereja’. Dalam bentuk kata sandang, muncul beberapa istilah yang dilekatkan dengan kareda seperti mel-kareda, yang berarti Tuhan yang disembah. Ada pula mangun-kareda atau tamu gereja, dan dawan-kareda atau pelayan gereja (baca. Pendeta dan Majelis Jemaat). Tampaknya istilah gere

ELMESEH

Ide Lokal orang Ameth – Nusalaut Tentang TUHAN Oleh. Elifas Tomix Maspaitella John Hicks, dalam salah satu bukunya menyebut bahwa Tuhan memiliki banyak sekali nama budaya (cultural name). Maksud Hicks bahwa tiap agama dan tiap masyarakat menyebut Tuhan menurut bahasa dan istilah mereka, malah mendefenisikan Tuhan menurut hal-hal yang berhasil mereka tangkap atau pengalaman mereka. Lebih dalam mengenai itu, Hicks mengatakan tentang Tuhan itu ada dua realitas, yakni realitas ‘nomenon’ dan ‘fenomenon’. Realitas ‘nomenon’ itu merupakan defenisi atau pengenalan tentang Tuhan yang mengandung dimensi kekekalan, atau penyebutan/ pengistilahan yang menunjuk pada sifat Tuhan yang Absolut, seperti Sang Kebenaran, Jalan Yang Benar, Air Hidup, Roti Hidup, Gembala, dan lainnya. Sedangkan realitas fenomenon ialah realitas penamaan yang tetap menurut bahasa atau budaya masyarakat. Nama-nama Tuhan seperti Shang Hyang Widi Wasa, Allah SWT, Thian, Tri Tunggal. Karena itu nama-nama budaya misalnya di Malu

FANGRIDIN:

Image
Inisiasi Lokal dalam Konteks Budaya Tanimbar di Watmasa Oleh. Elifas Tomix Maspaitella Kamis, 26 Mei 2011, jam. 08.35, beta bersama Tim Penatar dari MPH Sinode GPM dan Klasis Tanimbar Utara (Pdt. Jopy Noya, Pdt. Yan Latuwael, Pdt. Nick Taberima, Pdt. Nor Refialy, Pdt. Da Salakory dan Pdt. Dece Herbawal - Ketua Klasis GPM Tanimbar Utara, Pdt. Rooy Maail, Penginjil Cepu Ratuanik, dan Wem Masrikat - Jurumudi Speed boat) melayari lautan dari Larat ke Jemaat GPM Watmasa, untuk melaksanakan kegiatan Penataran Majelis Jemaat Periode 2010-2015 di Klasis Tanimbar Utara. Pemandangan pulau-pulau kecil dan terkecil di hamparan lautan itu begitu indah. Usi Ana, demikian beta menyapa Ketua Klasis GPM Tanimbar Utara, bercerita banyak hal tentang pulau-pulau tersebut. Ada yang berpenghuni, ada yang kosong tak berpenghuni, tetapi sudah dimiliki oleh para kapitalis lokal. Usi Ana juga bercerita mengenai tantangan pelayanan antarpulau di kawasan yang kaya dan indah ini. Keindahan alam pesisir ini kelihat