Thursday, October 16, 2008

Hasil Ketikan Ellexia di usia 6 bulan

(17 Oktober 2008)

/.., ., mn b m mjn m nhbstthrrrrrrrrrrrrrrrf2 h brrvbm nmmmmmbb TF vy V F ` n b,Sgv kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk n bn jjjjjjm m b bb b cvb nnnnnn nn bb bbnnnmjvbv


B788888 8j 8h m8888888 v z jmv v v iiii
Hbvhhhhhgnbb rbn/..jnmm,,m,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,’/nghyhnjhjjn7nhhn7hmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm,fdeszxhhjjjjjjjjjjjhjmkkuyhgghhyutggggggggggggggggggggggggggggggggggfyghghhhhhhhhhhhhhhhhhgggggggggggggggggggggggggggggyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyym,mkkkkkkkoommmmmmmmmmmmmmmmmmmnnnnnnnnnnnnnnhhgeddcffddddddddddddddccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccccc4gbhgZ , MIM I, M VVVGCCGCBBBBBBBBBBBBBBBBBGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGn bb GFF TCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCGCCCGGFM,HGCFFDCCFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFCDmJhh/ B b btttttttttttttbbbbbbbbb g ddddddddddddddddddddddd mmjijjjikkmknhh mmmmmm nmnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnmjmnnnnnnnnnnmn 77777777777777777777777777 bn v bgbhtybbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb vtyvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvyyyyyyyyyvvvvvvvyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyybbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb vf dfxdsxzsxfrvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvcb n7 b cf b vbb m ``````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````n

Monday, October 13, 2008

Iman & HaNura

1 Timotius 1:18-20
[Pdt. E.T. Maspaitella]


HaNura, Hati Nurani yang dimaksudkan di sini bukan nama sebuah partai politik peserta Pemilu 2009. HaNura di sini adalah suatu kaidah etik injili yang dituntut Paulus dari Timotius dalam melaksanakan tugas kesaksian yang dipercayakan kepadanya (ay.18, lihat juga ay.5).

Tidak jelas tentang ‘perjuangan yang baik’ dalam teks ini. Tetapi Paulus menegaskan kepada TImotius bahwa perjuangan itu bisa dilaksanakan dengan iman dan hati nurani yang murni. Apa maksudnya? Iman dan hati nurani yang murni, merupakan syarat-syarat etik tentang dasar dari perilaku dan tanggungjawab manusia di dalam dunia.

Ketika hal itu ditegaskan kepada Timotius, karena Timotius berhadapan dengan situasi masyarakat yang kerap mengembangkan cara-cara hidup yang tidak benar, seperti menuruti ajaran-ajaran sesat, laksana dongeng nenek tua. Alasan lain pentingnya iman dan hati nurani yang murni, karena di dalam jemaat/masyarakat ada orang durhaka, orang lali, orang fasik, orang berdosa, orang duniawi, pembunuh bapa dan ibu, orang cabul dan pemburit, penculik, pendusta (lht. ay.9-10).

Iman menjadi penting agar Timotius tetap pada keyakinan yang telah dianutnya, yakni percaya kepada Yesus. Sebab dongeng-dongeng yang dimaksudkan di sini adalah ajaran-ajaran sesat dan berbagai aliran filsafat yang selalu mempertentangkan kuasa Tuhan. Karena itu, tugas Timotius digambarkan dalam kata ‘perjuangan’. Ia berhadapan dengan tugas yang berat, dan tantangan yang tidak kecil. Tantangan dari ajaran-ajaran itu memberi masalah tersendiri bagi eksistensi gereja yang baru dibentuk Paulus.

Selain itu, perlunya hati nurani yang murni, karena masyarakat telah mengalami krisis perilaku yang sangat tajam. Orang-orang bermoral baik sudah sangat langka dalam jemaat/masyarakat. Karena itu, tugas Timotius adalah untuk mengubah kecenderungan perilaku itu. Dengan demikian perlunya hati nurani yang murni semata-mata agar Timotius tidak terjebak ke dalam rupa-rupa pengaruh itu. Sebab lingkungan bisa menjadi faktor pengaruh yang besar terhadap perilaku umat.

Dua sikap itu berkali-kali ditekankan Paulus kepada Timotius sebagai bukti bahwa ancaman krisis perilaku sudah sangat parah dalam hidup masyarakat itu. Krisis perilaku itu menjadi ancaman serius kepada semua orang. Sebagai orang muda yang masih cenderung emosional, Timotius diingatkan untuk memiliki iman dan hati nurani yang murni itu agar ia tetap tampil sebagai orang muda yang setia.

Dimensi kesetiaan dalam hal konsistensi pada perilaku etis yang baik adalah kebutuhan kita dewasa ini, terutama di kalangan generasi muda. Gereja diharapkan bisa membentuk mentalitas pemudanya agar mereka bisa berjuang dalam menghadapi krisis perilaku itu sebagai orang kristen yang baik.
Amin

Pelayanan Gereja: Jangan Salah Pilih

Kisah Para Rasul 6:1-7
[Pdt. E.T. Maspaitella]


Gereja di suatu waktu, termasuk saat ini, adalah suatu bentuk persekutuan yang kompleks, yakni karena jemaat semakin banyak, dan kebutuhan mereka semakin beragam. Di sisi lain, masalah yang dihadapi umat juga semakin kompleks, dan gereja selalu dituntut untuk memenuhi atau bersikap terhadap seluruh persoalan umat itu. Sampai pada ‘orang mabuk’ sekalipun, orang selalu meminta pertanggungjawaban dan peran gereja.

Kisah Para Rasul 6:1-7 ini menunjuk pada mekanisme pembagian tugas yang kemudian ditempuh oleh para Rasul untuk menanggulangi persoalan jemaat yang semakin kompleks itu.

Pengangkatan tujuh Syamaset untuk mengurus masalah-masalah kemiskinan, kebutuhan para janda, dan persoalan-persoalan sosial umat. Hal itu semata-mata adalah pembagian peran yang mesti ditempuh dengan tujuan agar masalah-masalah umat itu bisa ditangani secara utuh; tanpa ada yang tersisa.

Adalah Stefanus, Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, dan Parmenas dan Nikolaus (ay.6), merupakan orang-orang terpilih yang ‘terkenal baik, penuh Roh dan hikmat’ (ay.3). Tiga kriteria itu dimaksudkan agar jemaat pun tidak sembarangan memilih, dan mengangkat orang-orang yang di kemudian hari tidak mampu melaksanakan tugas kudus itu.

Tiga persayaratan itu menunutut pengenalan yang mendalam dari jemaat terhadap para pelayannya. Di sisi lain, agar para pelayan itu pun melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya dengan bertanggungjawab, sebab mereka dipilih untuk melayani jemaat.

Fokus pada pelayanan kepada orang miskin dan para janda (diakonal),kemudian menjadi bagian dari tugas pelayanan gereja, selain ibadah dan pelayanan sakramen, yang menjadi tugas khusus para Rasul.

Fokus ini perlu agar tiap-tiap pelayan dalam jemaat berfungsi secara efektif pada masing-masing bidang tugasnya. Kondisi itu akan membuat pelayanan gereja bisa berlangsung dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan jemaat.

Pembagian peran seperti itu di dalam gereja memperlihatkan bahwa gereja juga menjalankan tugas pelayanan sosial kepada umat. Pelayanan diakonal gereja diharapkan memberi kepada jemaat kemandirian dan ketangguhan dalam hidup mereka. Jemaat harus lebih mandiri. Karena itu, diakonia gereja sudah mesti dikreasikan dengan cara-cara yang lebih transformatif. Artinya pelayanan gereja secara karikatif, menjawab kebutuhan secara instant, harus diganti dengan diakonia yang merangsang jemaat untuk berusaha dan bekerja keras.

Karena itu, setiap pelayan gereja haruslah juga orang-orang yang memiliki potensi diri yang memadai, selain potensi iman dan etiknya (aspek moral). Pelayan seperti itu akan datang dari jemaat. Karena itu, setiap jemaat yang memiliki potensi dan berbagai talenta, harus juga bersedia melaksanakan sebagian tugas gerejawi bersama dengan para pelayan khusus.

Ini memerlukan kejujuran dalam mengakui dan melabakan potensi hidup, dan memelihara moralitas yang baik sebagai warga gereja. Sebab, pelayanan gereja yang baik juga ditentukan oleh pelayan yang bertalenta baik sosial, potensi pribadi, dan bermoral.
Amin

Faedah Hidup Berjemaat

Kisah Para Rasul 4:32-37
[Pdt. E.T. Maspaitella]


Persekutuan Jemaat, atau gereja (ekklesia) adalah persekutuan yang kudus atau dikuduskan TUHAN untuk saling melayani. Dengan kata lain menjadi kristen berarti ‘dipanggil untuk melayani’ (calling to service).

Aspek itu menjadi tanda penampakan awal gereja ketika lahir dalam lingkungan Romawi. Para Rasul dan orang-orang kristen awal, dalam tekanan politik yang mereka alami, melaksanakan suatu cara hidup yang unik. Dalam tekanan itu, mereka menjadikan hidup dan milik pribadi sebagai milik bersama. Sebagai implementasi dari prinsip itu, mereka setiap hari berkumpul dari rumah ke rumah, dan melaksanakan ritus ‘eukaristi’ atau membagi-bagikan roti seorang terhadap lainnya.

Bentuk implementasi yang lebih radikal dari itu adalah orang-orang kaya, yang kemudian terpengaruh oleh ajaran para Rasul, menjual tanah dan harta milik mereka, dan hasilnya dibawakan kepada para Rasul untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Orang miskin adalah kelompok terbesar dari gereja awal kala itu.

Relasi berbagi seperti itu menjadi tanda penampakan awal gereja. Artinya, hal pertama yang dilakukan dalam persekutuan gereja (ekklesia) bukanlah hal-hal ritual semata, tetapi sejalan dengan itu, adalah serangkaian aktifitas sosial dalam hal membagi potensi dan kekayaan hidup.
Apa yang bisa kita pelajari dari situ? Bahwa gereja itu adalah persekutuan yang dibentuk dalam situasi sosial, politik, dan kebudayaan manusia, agar darinya mereka bisa melayani seorang terhadap lainnya. Jika kemudian gereja itu diyakini sebagai persekutuan yang dikuduskan TUHAN, maka tanda kekudusan itu ada di dalam ‘kebiasaan saling melayani dan berbagi hidup’ seorang terhadap lainnya.

Praktek itu kiranya menjadi gaya hidup gereja di masa kini. Saat ini kita berhadapan dengan persoalan-persoalan sosial yang sangat kompleks. Kemiskinan, keterpurukan ekonomi karena konflik sosial, bahkan keterbelakangan, perlu dientaskan dengan cara-cara pelayanan yang menjawab kebutuhan masyarakat.

Gereja diharapkan bisa berperan di dalamnya dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial sebagai implementasi dari pelayanan terhadap sesama yang memerlukan (ay.35). Melayani dalam arti memenuhi kebutuhan manusia yang memerlukannya, adalah prinsip gerejawi yang harus dikembangkan dalam persekutuan jemaat.

Menjadi jemaat, termasuk berhimpun dalam wadah-wadah dan organisasi gereja, seperti wadah pelayanan perempuan, kiranya mendorong kita untuk mengembangkan aktifitas-aktifitas ekonomis di dalam jemaat. Jemaat haruslah menjadi sebuah persekutuan yang memberi manfaat sosial dan ekonomis juga seorang terhadap lainnya.

Ini bukan berarti kita menjadikan jemaat sebagai suatu persekutuan profit, tetapi membuat jemaat dan wadah-wadah pelayanan gereja menjadi lebih fungsional. Jika hal ini ditekanka pada wadah pelayanan perempuan, juga agar kita keluar dari carapandang (stigma) yang menganggap bahwa kerja perempuan hanya di dalam rumah (domestik). Selain itu, agar peran ekonomis perempuan juga tidak dipandang sebagai peran menyediakan makanan bagi keluarga, mencuci pakaian, menyetrika baju, dll. Peran ekonomis perempuan adalah juga peran yang nyata dalam menanggulangi masalah-masalah kemanusiaan, seperti kemiskinan, dll.

Prinsip itu pun kiranya menjadi prinsip dalam pengelolaan program pelayanan gereja agar gereja bisa menjawab persoalan jemaat secara tuntas. Mengajak semua komponen dalam jemaat untuk bersama-sama melakukan peran-peran ekonomis yang seperti itu adalah usaha untuk menegaskan tanda kehadiran gereja di dunia. Amin

Buah Kerendahan Hati

Amsal 22:4-9
[Pdt. E.T. Maspaitella]

Membaca Amsal akan tetap mengingatkan kita betapa hikmat itu adalah hal yang penting bagi hidup. Berhikmat telah menjadi semacam ‘perintah kehidupan’, yaitu agar manusia berusaha mencari dan memperolehnya.

Sikap etis yang dituntut dari manusia dalam mencari dan memperoleh hikmat adalah ‘takut TUHAN’, yang sekaligus menjadi ‘norma’ dari usaha mencari dan memperoleh hikmat itu. Di dalam sikap takut Tuhan itu, manusia diharapkan bertindak, bertutur kata, berpikir, dan menyeimbangkan tingkah laku hidup sehari-hari dengan apa yang dikehendaki TUHAN. Singkatnya hidup tertib, dan berjalan pada jalan-jalan yang benar, yang mendatangkan kehidupan. Karena itu, berhikmat adalah cita-cita setiap orang percaya yang harus diraihnya.
Amsal 22:4-9 melihat selain takut TUHAN, sikap etis berikutnya yang penting adalah kerendahan hati. Point ini mengingatkan kita tentang manfaat ‘hati’ (leb) sebagai pusat kendali dan pusat pertimbangan seluruh keputusan etis di dalam hidup manusia. Hati menjadi pusat kendali intelektualitas dan emosional, atau pusat kendali spiritual dan perilaku sehari-hari.

Tuntutan ‘kerendahan hati’ dimaksudkan agar manusia mampu menjaga keseimbangan antara perilaku spiritual (iman) dan perilaku etis, atau perbuatan setiap hari. Dalam ay.4, kerendahan hati dan takut TUHAN diumpamakan sebagai kekayaan, kehirmatan dan kehidupan. Tiga simbol itu adalah manifestasi dari ‘buah’ kerendahan hati dan takut TUHAN. Artinya kerendahan hati [dan takut TUHAN] adalah sesuatu yang berharga dan harus dikejar dan dimiliki. Jika seseorang telah memilikinya, ia harus menjaga dan memeliharanya. Sikap menjaga dan memelihara ‘kerendahan hati’ dan ‘takut TUHAN’ adalah sikap orang berhikmat yang akan mampu menjaga perilaku hidupnya agar tetap ‘menjadi baik’.

Orang benar akan menikmati ‘ganjaran’ yang baik karena ‘kerendahan hati’ itu, tidak demikian orang fasik. Di sini letak perbedaan kualitas perilaku orang berhikmat dan orang fasik. Perbedaan kualitas perilaku itu memperlihatkan bagaimana suasana kehidupan keduanya. Dan Amsal memaparkan itu kepada kita agar kita semakin mampu mengendalikan perilaku kita. Mana yang mesti diikuti.

Tema Amsal ini kemudian dibagi lagi ke dalam tanggungjawab pendidikan kepada orang-orang muda (ay.6). Pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah pendidikan hikmat, agar orang-orang tua (guru hikmat) menunjukkan jalan-jalan yang baik, dan orang muda diharapkan mengikutinya. Apa tujuannya? Agar orang muda itu, ketika kelak menjadi tua, tetap memiliki kualitas hidup yang baik. Tujuan itu adalah gambaran dari manfaatnya belajar hikmat. Manfaat lain ialah agar tatanan kebaikan, kebenaran, atau tatanan hidup yang baik tetap terpelihara dari generasi ke generasi.

Dimensi berikut dari ajaran Amsal ini adalah kerendahan dan kebaikan hati melahirkan sikap hidup saling berbagi atau menumbuhkan kepedulian sosial. Ini berarti, ajaran hikmat tidak hanya terkurung pada aspek-aspek spiritualitas, melainkan menekankan aspek sosial yang lebih terbuka. Tuntutan pelayanan kepada orang-orang miskin adalah salah satu contoh dari perbutan hikmat dalam hidup sesehari.

Dengan membaca hikmat dalam kerangka seperti itu, umat diharapkan bisa mewujudkan suatu tatanan hidup bersama yang saling menopang dan saling berbagi. Hikmat memberi kepada manusia tanggungjawab sosial sebagai manifestasi tanggungjawab beriman atau manifestasi dari ‘takut TUHAN.’ Amin

TALITA KUM

(Markus 5:35-43) Oleh. Pdt. Elifas Tomix Maspaitella  PROKLAMASI KEMESIASAN YESUS  Injil Markus, sebagai injil tertua yang ditulis antara ta...