[Refleksi 1 Korintus 12:1-11]
Oleh. Elifas Tomix Maspaitella
Keywords:
Karunia, Roh Kudus, Pemberitaan Injil, Pelayan Khusus, Iman
I
- Pendahuluan
Tradisi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
[baca.Alkitab] tentang arti ‘karunia’ memiliki perbedaan tertentu, dan juga
kesamaan dalam beberapa aspek tertentu. Pengertian dasarnya ialah ‘pemberian’.
Namun karena kata ‘pemberian’ itu memiliki makna yang bervariasi, seperti
‘pemberian korban’ – sebagai persembahan penghapusan dosa, dan ada yang
bernuansa negatif, seperti ‘suap’, maka pengertian ‘karunia’ itu dikhususkan
sebagai ‘pemberian Allah’ yang didorong oleh kasih karuniaNya sendiri. Sebuah
pemberian cuma-cuma dan tanpa paksaan. Ini merupakan gambaran utama dari
motivasi ‘karunia’ itu, sekaligus membedakannya dari pemberian yang biasa
dilakukan oleh seseorang [manusia] kepada seseorang lainnya [manusia]. Aspek
pamrih menjadi pembeda yang hakiki dalam memahami ‘karunia’ sebagai pemberian.
Sebab itu dalam PB, istilah karunia itu dikembangkan
dalam bentuk jamak yakni ‘karunia-karunia rohani’. Sebuah istilah yang sepadan
dari istilah Yunani kharismata [Ø kharizesthai – belas
kasihan, memberi dengan cuma-cuma Ü
kharis = kasih karunia]. Dalam
bentuk jamaknya, istilah itu diarahkan kepada karunia-karunia Roh Kudus yang
luar biasa, yang diberikan kepada orang Kristen untuk tugas pelayanan khusus.
Dalam Markus 16:17-18 dan 20, Yesus membenarkan bahwa karunia-karunia Roh Kudus
itu sudah diberikan kepada para muridNya, sehingga, sebagai orang Kristen dan
pelayan khusus, mereka memperoleh kemampuan [yang luar biasa] untuk mengadakan
hal yang luar biasa sesuai karunia itu.
“Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang
percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara
dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan
sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka
akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh….[Mereka
pun pergilah memberitakan Injil ke seluruh penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan
meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya]” [Mrk.
16:17-18,20].
Dengan demikian menjadi jelas kepada kita bahwa,
karunia-karunia Roh Kudus itu diberikan Tuhan kepada orang percaya sebagai
kelengkapan utama dalam tugas memberitakan injil ke seluruh dunia. Istilah ‘ke
seluruh dunia’ selain bermakna geografis –tetapi juga menunjuk pada tidak
terbatasnya ruang dan waktu untuk sebuah pekerjaan pelayanan, sesuai karunia
Roh Kudus itu.
Dengan demikian kita dituntun untuk memahami bahwa,
seseorang mendapatkan karunia-karunia Roh Kudus, oleh sebab ia adalah orang
percaya, dan ditetapkan sebagai pelayan khusus, bagi tugas pemberitaan Injil.
Ia memperolehnya secara cuma-cuma dari Tuhan, sehingga ia akan dapat
melaksanakannya sesuai iman yang tumbuh di dalam dirinya. Iman menjadi dasar
kepercayaan yang membuat orang Kristen menerima dan dapat melaksanakan karunia
Roh Kudus.
II
– Tentang Karunia dalam 1 Korintus 12
Dalam 1 Korintus terdapat dua teks yang membahas
mengenai karunia-karunia Roh Kudus, yaitu pasal 12:1-11 dan 14:1-25. Namun
dalam pasal 14, rasul Paulus membahas secara khusus karunia bahasa roh dan
bernubuat sebagai yang penting bagi penghayatan iman pribadi dan pembangunan
jemaat. Kita akan berupaya memahami karunia ini dari pasal 12.
Pada teks itu, kita mendapati ada empat kategori
karunia, yaitu [1] karunia yang berkaitan dengan kecerdasan rohani, yakni
karunia untuk berkata-kata dengan hikmat dan berkata-kata dengan pengetahuan;
[2] karunia yang berkaitan dengan dasar kepercayaan yaitu iman dan karunia
menyembuhkan; [3] karunia yang berkaitan dengan kuasa untuk melayani, yaitu
karunia untuk mengadakan mujizat dan bernubuat, dan [4] karunia untuk bersaksi,
yaitu karunia untuk membedakan macam-macam roh, karunia berbahasa roh dan
menafsir bahasa roh. Dari keempat itu, ada dua kategori karunia yaitu Karunia
Pelayanan Praksis [1-3] dan Karunia Perseorangan [4].
Dari situ dapat dimengerti bahwa, setiap orang
mendapati karunia Roh Kudus yang berbeda-beda. Dalam teologi Paulus pada Surat
1 Korintus, perbedaan karunia itu terkait dengan paham bergerejanya, bahwa
setiap orang adalah anggota tubuh Kristus [1 Kor. 12:12-31]. Pada 1 Kor.
12:28-31, terdapat maksud Paulus yang sesungguhnya dari dua teks ini. Bahwa
karunia Roh Kudus itu diberikan kepada masing-masing orang, secara berbeda
untuk saling melengkapi. Semua orang memiliki karunia yang berbeda-beda, namun
mereka harus saling melengkapi. Mereka itu ialah ‘beberapa orang yang
ditetapkan Allah dalam Jemaat sebagai rasul, nabi, pengajar. Dan mereka yang
lain, yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk
melayani, untuk memimpin dan untuk berkata-kata dalam bahasa Roh’ [1
Kor.12:28]. Sebab itu setiap orang harus berusaha memperoleh karunia-karunia
yang utama tadi.
1. Karunia
Pelayanan Praksis
1.1.
Kecerdasan Rohani
Karunia untuk berkata-kata dengan hikmat dan
berkata-kata dengan pengetahuan merupakan dua karunia pokok untuk mengembangkan
kualitas pelayanan di tengah Jemaat. Sebenarnya tidak ada perbedaan yang
mencolok antara karunia berkata-kata dengan hikmat dan dengan pengetahuan.
Perbedaan pokoknya ialah, berkata-kata dengan hikmat membimbing orang untuk
memahami maksud kehendak TUHAN atas hidupnya. Dengan demikian tampak pada diri
seorang gembala atau pastor. Sehingga karunia ini menjadi kelengkapan dalam
tugas pastoralia. Siapa pastor atau gembala itu? Semua pelayan khusus dan semua
orang yang dikhususkan untuk tugas menasehati, membimbing, menegor –termasuk di
dalamnya setiap orang tua [mama dan papa] serta para Pengurus Wadah dan Unit
Pelayanan.
Karunia ini diberikan karena ada Jemaat yang tidak
tertib hidupnya. Mereka suka melakukan sesuatu yang tidak sepadan dengan firman
TUHAN. Sebab itu, setiap pelayan khusus diberi karunia ini agar dari
kata-katanya, orang dapat sadar akan kesalahannya, berbalik dari jalan yang
salah, serta memahami rahasia kehendak TUHAN bagi hidupnya.
Sedangkan karunia berkata-kata dengan pengetahuan
bertujuan untuk menanamkan pengetahuan kepada Jemaat, pengetahuan mengenai
Tuhan, sesama, dan alam ciptaan, serta pengetahuan tentang firman dan
hukum-hukum Tuhan. Karunia ini tampak kepada para pengajar gereja. Dalam
tradisi gereja, termasuk GPM, para pengajar ini adalah para Pengasuh SM-TPI dan
Katekheit.
Karunia ini diberikan sebab Jemaat sering dihadapkan
pada rupa-rupa angin pengajaran, yang bisa menyesatkan mereka. Itulah sebabnya
setiap pengajar gereja harus membuka diri menerima karunia ini, agar mereka
cakap dalam mengajar Jemaat.
1.2.
Dasar Kepercayaan
Kepada orang percaya diberi pula karunia iman.
Mengapa karunia iman menjadi penting? Sebab iman dalam arti ini menjadi dasar
dari tindakan yang membimbing kita untuk semakin percaya dan juga membimbing
orang lain untuk menjadi percaya. Karunia ini diberikan sebab banyak orang yang
telah hidup bersama dalam gereja/jemaat, masih mudah diombang-ambingkan oleh
rupa-rupa angin pengajaran yang membuat iman mereka rapuh. Salah satu bentuk
kerapuhan iman itu adalah timbulnya pertengkaran di dalam dan antarjemaat.
Karena itu, iman dijadikan karunia khusus agar orang percaya dapat membina
kembali hubungan yang harmonis [relasi kasih karunia] di antara mereka.
Sedangkan karunia untuk menyembuhkan merupakan karunia
yang bertujuan untuk menunjukkan bagaimana TUHAN telah memberi kasih karunia
kepada Jemaat. Orang-orang yang disembuhkan dari sakitnya merupakan kelompok
orang yang perlu memahami bahwa kesembuhan atau pemulihan merupakan wujud kasih
karunia TUHAN kepada mereka. Karunia menyembuhkan ini diberikan supaya kita
tekun mengunjungi Jemaat yang sakit dan memerlukan topangan serta pemulihan.
Kehadiran kita dalam kunjungan seperti itu berarti bahwa Jemaat merasakan dan
mengalami perjumpaan langsung dengan TUHAN, dan mereka merasa tidak sendiri
atau sakitnya bukan berarti TUHAN telah murka atau menghukumnya.
Dengan karunia ini, Jemaat semakin percaya akan
penyertaan TUHAN dalam rupa-rupa masalah dan keadaan hidup mereka. Sebaliknya
pelayan yang kepadanya diberi karunia ini, akan rajin-rajin mengunjungi dan
melawat jemaatnya. Ia tidak akan berdiam diri, ketika ada Jemaat yang
mendambakan pemulihan atau kesembuhan.
1.3.
Kuasa untuk Melayani
Dalam hal melayani, setiap pelayan khusus diberi
karunia yang khusus. Karunia mengadakan mujizat, tidak harus dipahami seperti
kerja seorang tukang sulap. Sebab keajaiban yang dilakukan tukang sulap itu
keajaiban berdasarkan trik. Mujizat dalam arti teologis berarti ‘pekerjaan
Allah yang hidup dalam alam dan sejarah manusia’. Mujizat itu menyatakan bahwa
Allah itu berpribadi dan hidup; sehingga apa yang dialami manusia merupakan
wujud dari kuasa Allah yang hidup. Mujizat adalah media Allah berbicara kepada
manusia. Sebab itu baik orang yang mengadakan mujizat dan yang menerimanya,
keduanya harus sama-sama memiliki iman yang teguh. Sebab iman itu yang membuat
ia dapat merasakan ‘ketika TUHAN berbicara kepadanya’. Dengan mujizat, timbul
percaya yang sungguh kepada TUHAN. Mujizat itu dialami oleh pribadi-pribadi
Jemaat, dan juga dilihat oleh orang lain. Mujizat jelas bukan takdir, melainkan
sebuah peristiwa yang terjadi di luar hukum alam dan juga rasio manusia.
Sedangkan karunia untuk bernubuat menjadikan seseorang
akan sanggup memberitakan kebenaran firman TUHAN kepada orang banyak. Bernubuat
itu sebuah karunia, sebab, pertama, para pelayan khusus adalah
pelayan firman Allah. Sebab itu, bernubuat adalah juga kecakapan atau karunia
untuk menyatakan [to declare, proclaim] firman TUHAN kepada Jemaat. Hal
‘menyatakan’ di sini berbeda sedikit dengan hal ‘mengkhotbahkan’ [homili]. Dalam arti bernubuat itu
menyatakan dengan tegas tentang kehendak TUHAN yang nyata dalam firmanNya.
Kedua, bernubuat itu karunia karena para pelayan khusus
berbicara atas nama TUHAN Yang Maha Kudus. Sebab itu, ia tidak berbicara dari
kata-kata dan pikirannya, melainkan sesuai dengan firman Yang Maha Kudus. Ia
tidak menunjukkan kecakapannya, melainkan kerendahannya untuk ‘menyatakan
firman TUHAN’. Itulah sebabnya, firman terlebih dahulu dapat membongkar habis
diri sang Pelayan Khusus, sebelum ia menyampaikannya kepada Jemaat.
Ketiga, bernubuat merupakan tugas hakiki dari seorang pelayan
khusus. Ia tidak hanya harus memberitakan apa yang terjadi pada masa kini,
namun ia harus memberi keyakinan kepada Jemaat akan masa depan. Namun ia bukan
peramal. Sebaliknya ia adalah ‘nabi’ yang menyatakan masa depan berdasarkan
kasih karunia TUHAN. Ia membuka rahasia masa depan sebagai rahasia kehendak
TUHAN. Jadi karunia bernubuat membuat setiap kata yang keluar dari mulut
pelayan khusus ada kuasanya. Kata-katanya tidak keluar begitu saja dan untuk
kesia-siaan. Maka Jemaat diharapkan mendengar dan menurutinya, sebab
kata-katanya sesuai dengan firman TUHAN.
2. Karunia
Perseorangan
Tentang karunia perseorangan, Paulus dalam surat ini
menggolongkannya dalam tiga hal, yaitu karunia untuk membedakan macam-macam Roh,
karunia berbahasa Roh, dan karunia menafsirkan Bahasa Roh. Dalam tradisi
Alkitab, Roh itu digolongkan ke dalam Roh Allah atau Roh Kudus [ruakh, pneuma] dan juga roh-ruh dunia [stoikheia], roh jahat [ponēra – yang dapat menyebabkan
cacat tubuh], atau roh
najis [akathartos], dan juga roh
tenung [pauthon – Kis. 16:16].
Sifat dari Roh Kudus itu adalah meneguhkan
ciptaan/penciptaan [Kej. 2:7], melengkapi manusia bagi pelayanan [Jek,31:3;Hak.
3:10], mengilhami para nabi [Am.7:14; Yer. 31:33; Hos 9:7], menghasilkan
kehidupan bermoral [Mzm.139:7]. Yang lain dari itu bukan bersumber dari Roh
Kudus. Dalam suratnya ini, Paulus menegaskan bahwa setiap orang percaya
[perseorangan] diberi karunia untuk dapat membedakan macam-macam roh, dengan
tujuan supaya ia dapat memahami bagaimana ia harus hidup. Orang yang dapat
membedakan macam-macam roh dibimbing untuk mengikuti Roh yang membawa kepada
hidup, bukan celaka.
Tentang bahasa Roh, Paulus melihatnya bukan sebagai
bahasa yang tidak dimengerti oleh orang lain. Bahasa Roh lebih pada kecakapan
membahasa seseorang. Seperti terjadi pada peristiwa Pentakosta, bahwa
murid-murid Yesus dapat membahasa dalam bahasa orang-orang yang hadir di situ,
seperti Partia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia,
Frigia, Pamfilia, Mesir, dan daerah-daerah di Libia [Kis. 2:8-10]. Menurut Paulus,
bahasa itu memiliki bunyi yang teratur [1 Kor.14:10]. Dan ketika digunakan,
orang yang mendengar itu mengerti. Akibat dari menggunakan bahasa Roh itu ialah
kita tidak dianggap seperti orang asing bagi Jemaat. Sebab bahasa Roh itu harus
membantu komunikasi kita dengan Jemaat.
Dalam ay.19, malah Paulus mengajukan kritik yang cukup
keras. Menurutnya, lebih baik ia berbicara dalam lima kata saja dalam pertemuan
Jemaat, dan dimengerti oleh Jemaat, dibandingkan ia menggunakan beribu-ribu
kata dengan bahasa yang tidak dipahami Jemaat. Sebab itu, bahasa adalah karunia
TUHAN. Setiap bangsa memiliki bahasa yang berbeda-beda, dan setiap orang
mendapati karunia membahasa yang berbeda-beda pula. Namun, selain ada yang
mendapat karunia untuk berbahasa, ada pula yang mendapat karunia untuk
menafsirkan bahasa itu. Nah di sini kita bisa mengerti bahwa, seorang penafsir
atau penerjemah sebuah bahasa, tentu adalah orang yang mengetahui atau dapat
menggunakan bahasa yang diterjemahkannya. Ia bukan orang yang tidak mampu membahasa
dalam bahasa tertentu.
Pengertian lain dari karunia menafsir bahasa Roh
ialah, orang yang diberi karunia khusus untuk menyelidiki makna terdalam dari
kata-kata dalam bahasa Roh yang disampaikan pelayan khusus kepada Jemaat. Semua
orang bisa mendengar firman TUHAN dari satu pemberita yang sama. Tetapi
kemampuan untuk mengerti firman itu berbeda-beda. Pada diri pelayan khusus, ada
pula karunia untuk menafsirnya, sehingga apa yang ia sampaikan itu dimengerti
oleh seluruh Jemaat. Dengan demikian dari firman yang sama, Jemaat beroleh
pengertian yang sama/sepadan pula.
III
– Aplikasi
Dalam hidup berjemaat, setiap pelayan khusus harus
berusaha untuk memiliki karunia yang utama. Dasarnya ialah imannya, dan
jaminannya ialah bahwa mereka mendapati karunia melalui berkat penumpangan
tangan. Berkat dengan cara penumpangan tangan bermakna ‘pelimpahan kewenangan/kepercayaan’
dari TUHAN sesuai dengan karunia yang sudah dinyatakanNya. Bahwa setiap rasul,
nabi, pengajar –atau Pendeta, Penatua, Diaken, menerima berkat penumpangan
tangan, sesuai dengan karunia khusus itu. Karunia khusus di sini adalah jabatan
dan fungsi kerasulan sebagai Pendeta, Penatua, Diaken. Di mana mereka saling
melengkapi dalam fungsi penggembalaan [pastoral], pemberitaan firman, pekabaran
Injil dan kesaksian serta pelayanan sakramen. Atas karunia khusus itu, mereka
dapat mengadakan tanda-tanda yang menumbuhkan kepercayaan atau iman Jemaat.
Karunia-karunia itu sifatnya tetap dan membangun.
Sehingga jika seorang pelayan khusus tidak menggunakannya, atau tidak menjalankannya, ia mengabaikan berkat
penumpangan tangan yang telah ia terima. Dan TUHAN dapat mencabut karunia itu
lagi dari padanya.
Sumber Bacaan:
J.D. Douglas
[Peny.], Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1 – A-L, Cetakan ketiga, Oktober
1995, Jakarta: YKBK
------------------,
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 2 – M-z, Cetakan pertama, Oktober 1995,
Jakarta: YKBK
[Materi Ibadah
Keluarga Perangkat Pelayan
Jemaat GPM
Rumahtiga,
Selasa, 17
Februari 2014
Bertempat di Kel.
Dkn. Ibu Eba Ajawaila]