Thursday, September 24, 2009

Obama & Amerika Utusan Iblis????


Membaca Secara Kritis Buku Weal Aheon, “Membongkar Rahasia Besar Obama 2012”




Oleh. Elifas Tomix Maspaitella

1. Carapandang Bersama

Memang tidak mudah memahami buku-buku seperti yang ditulis Weal Aheon, apalagi sang penulis sudah menghasilkan banyak buku serupa – yang bernuansa tafsir nubuat. Jadi agak sulit untuk meraba ke mana arah pemikiran sang penulis. Bahkan untuk memastikan di pihak mana sang penulis berada pun sedikit sulit.
Aheon cukup familiar dengan berbagai nubuat di dalam teks-teks Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, bahkan hal-hal yang krusial seperti AntiKristus juga dibahas secara gamblang dalam tulisannya yang lain.

Tentang “Membongkar Rahasia Besar Obama 2012”, Weal Aheon menulis bahwa: “buku ini ditulis bukanlah untuk menuduh, mencurigai, atau mendeskreditkan seseorang, siapapun dia”…tetapi “mengajak anda untuk ikut andil dalam membongkar rencana besar Iblis”.

Nah, yang membuat buku ini menarik ialah Aheon menunjuk kepada suatu bangsa, yakni Amerika Serikat, dan seorang Presiden yakni Barak Husein Obama, sebagai ‘pelaksana rencana Iblis’, dengan terlebih dahulu menafsir beberapa dokumen dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang memuat nubuat akhir zaman, khusus kitab Daniel dan Wahyu.

Kita tidak akan mengulas seluruh isi buku ini. Saya punya beberapa alasan. Pertama, Aheon bukan satu-satunya dan orang pertama yang menulis ‘nubuat akhir zaman’. Ada banyak penulis dan buku yang sudah menyingkap rahasia bahkan menentukan waktu dari akhir zaman itu. Jika kita membahas Aheon, karena kemunculan buku ini cukup ‘menggelitik”. Dia menunjuk langsung ke Amerika Serikat yang kini sedang memulai suatu sejarah baru, persis ketika negara itu untuk pertama kalinya juga dipimpin oleh seorang Presiden kulit hitam.

Kedua, Aheon menyebut keberadaan Amerika Serikat, dan Presiden Barak Obama, sebagai ‘penggenapan’ beberapa nubuat tentang ‘tanda-tanda datangnya’ akhir zaman. Ketiga, karena itu jangan sampai muncul semacam sikap paranoid terhadap Amerika Serikat, atau menjadikan Amerika dan krisis global sebagai semacam ‘momok’. Celakanya lagi, jika sikap itu menjadi semacam bentuk refleksi iman/kristiani terhadap isi dan pesan buku ini.

Karena itu aspek tafsir nubuat sebagai aspek pertama yang perlu dijelaskan, kemudian bagaimana memaknainya dalam konteks hidup, dihadapkan pada berbagai hal yang terjadi.

2. Aspek dalam Nubuat Pewahyuan

Tulisan yang berbentuk wahyu atau apokaliptik kadang sulit dipahami, karena memuat nubuat mengenai masa depan. Namun yang menarik adalah nubuat itu adalah sesuatu yang muncul di masa kini, walau nanti baru berlaku esok atau di masa depan yang bahkan untuk jangka waktu yang panjang.

Kita bisa memahaminya jika kita bisa melihat dua hal, yaitu: (a) bentuk; dan (2) isi dari nubuat atau wahyu dimaksud.

Tentang bentuk (form), secara teoretik, nubuat biasanya disampaikan atau dikirimkan melalui penglihatan (vision), atau suatu pernyataan/kata-kata yang dinyatakan (audition), atau oleh kedua-duanya secara bersama-sama, dan kemudian dilanjutkan dalam bentuk tulisan/dokumen. Ini banyak sekali dicontohkan dalam Alkitab.

Penglihatan bisa terjadi melalui semacam ‘perjalanan ke dunia yang lain’, atau disampaikan oleh makhluk seperti atau menyerupai malaikat. Karena buku-buku mengenai ‘akhir zaman’ kadang merupakan cerita (pengalaman) sang tokoh mengenai perjalanannya ke surga (bersama Yesus), atau pengalaman setelah bangkit dari kematian (termasuk mati suri); seakan-akan mereka diantar berkeliling surga dan neraka dan menyaksikan berbagai kejadian di sana. Di Ambon banyak bentuk cerita seperti itu dari ‘orang mati bangkit’. Yang menarik ialah ada satu hal yang kabarnya tidak mau disampaikan oleh semua orang yang ‘mati bangkit’ tadi. Apa itu?
Dalam apokaliptik Yahudi, gambaran-gambaran mengenai ‘masa akhir’ muncul dari berbagai periode. Periode awal dari Henokh dan Abraham, kemudian berkembang di era pembuangan dan dalam masa pembangunan kembali Yerusalem, atau dalam masa Barukh, Daniel dan Ezra.
Mengenai isinya (content), sebuah wahyu berisi pesan yang berlaku dalam kurun waktu ‘temporal’ (temporal revelation) atau pada suatu ‘ruang waktu’ (spatial revelation).

‘Wahyu temporal’ memuat seruan mengenai hal-hal yang terjadi dalam masa krisis, atau kejadian-kejadian yang teratur dan berkembang (melewati proses) sampai akhirnya dalam bentuk penyelamatan/pembebasan. Bagian akhir dari wahyu jenis ini disebut sebagai suatu bentuk transformasi, termasuk penyelamatan/pembebasan seseorang, atau kehidupan setelah mati, atau kebangkitan tubuh. Wahyu jenis ini banyak berkisah mengenai sejarah di masa lampau, yang ditujukan kepada penerimanya yang ada di masa lampau itu.

Di sini wahyu dalam Kitab Daniel harus ditempatkan, sebab mengungkapkan suatu periode yang ‘diharapkan’ atau ‘dinubuatkan’ bakal terjadi dengan orang-orang Israel, yaitu pembebasan dari tekanan politik Babel. Ada seorang Juruselamat dalam wujud sesosok pribadi yang kuat yang mengalahkan Babel dan membebaskan orang-orang Israel. Pembebasan Israel itu yang juga dipahami sebagai ‘kebangkitan’/transformasi.

Sedangkan ‘wahyu spatial’ menunjuk bahwa manusia penerimanya adalah penghuni suatu alam yang disebut surga dan neraka, atau suatu petualangan/perjalanan melalui alam kosmis di mana malaikat dan setan juga bisa ditemui, dan kerajaan Allah dinyatakan. Tidak semua wahyu bersifat temporal atau spatial, dan bahkan adakalanya merupakan gabungan dari dua-duanya. Bahkan kaum gnostik mengakui bahwa wahyu itu tidak berkisah mengenai akhir dari sejarah tetapi lebih kepada alam sorga atau spiritual yang dihuni oleh suatu makhluk yang lebih besar.
Nah, selama ini kita memahami nubuat akhir zaman dalam kategori yang kedua ini, karena itu bayangan kita dibawa ke surga dan neraka, lalu masa di mana Tuhan (dan orang percaya/kristen) akan berperang melawan iblis/setan. Jadi bayang-bayang akhir zaman adalah pertempuran Tuhan dan orang percaya melawan kuasa kegelapan/setan, dan pengadilan serta penghukuman.

Dengan memahami bentuk dan isi wahyu itu, mari kita mencoba menelusuri serangkaian ‘nubuat’ dalam buku karya Aheon ini.

3. Benarkah Nubuat Menjadi Genap Pada Amerika?

Aheon memulai tulisannya ini dengan dua ulasan yang sangat provokatif, yaitu penglihatan Jean Dixon (5 Februari 1962) dan ‘Obama Sihir Dunia’ yaitu kemenangan Obama dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat dan sambutan dunia atas kemenangannya itu.

Dari situ tesis Aheon adalah Amerika dan sang Presidennya adalah ‘Sang Utusan Iblis’. Pertanyaan sederhana diajukan Aheon dalam kaitan dengan tesis ini, yakni:
‘siapakah yang membuat PD I diakhiri dengan gencatan senjata ditandatangani? Jawabannya adalah Amerika Serikat….siapakah, atau negara manakah yang menjadi penentu kemenangan dan mengakhiri PD II? Jawabannya sama Amerika Serikat. Negara manakah yang berhasil mengalahkan Irak? Amerika Serikat (h.40,41).

Tidak hanya itu, kolaborasi Amerika dengan Israel juga dimaknai Aheon sebagai suatu cara yang disukai Iblis untuk: (a) membuat orang/bangsa/negara jadi lengah; menjadi lemah; dan terkecoh. Dan tiga kondisi itu, menurut Aheon yang akan terjadi pada Israel, karena ‘Amerika akan membawa mereka ke sebuah perjanjian damai, lalu yang terakhir…Israel akan dikhianati’ (h.42).

Ternyata Aheon menunjuk kepada Amerika dengan menafsir nubuat dalam kitab Daniel 7.
7:1. Pada tahun pertama pemerintahan Belsyazar, raja Babel, bermimpilah Daniel dan mendapat penglihatan-penglihatan di tempat tidurnya. Lalu dituliskannya mimpi itu, dan inilah garis besarnya:
2 Berkatalah Daniel, demikian: "Pada malam hari aku mendapat penglihatan, tampak keempat angin dari langit mengguncangkan laut besar,
3 dan empat binatang besar naik dari dalam laut, yang satu berbeda dengan yang lain.
4 Yang pertama rupanya seperti seekor singa, dan mempunyai sayap burung rajawali; aku terus melihatnya sampai sayapnya tercabut dan ia terangkat dari tanah dan ditegakkan pada dua kaki seperti manusia, dan kepadanya diberikan hati manusia.
5 Dan tampak ada seekor binatang yang lain, yang kedua, rupanya seperti beruang; ia berdiri pada sisinya yang sebelah, dan tiga tulang rusuk masih ada di dalam mulutnya di antara giginya. Dan demikianlah dikatakan kepadanya: Ayo, makanlah daging banyak-banyak.
6 Kemudian aku melihat, tampak seekor binatang yang lain, rupanya seperti macan tutul; ada empat sayap burung pada punggungnya, lagipula binatang itu berkepala empat, dan kepadanya diberikan kekuasaan.
7 Kemudian aku melihat dalam penglihatan malam itu, tampak seekor binatang yang keempat, yang menakutkan dan mendahsyatkan, dan ia sangat kuat. Ia bergigi besar dari besi; ia melahap dan meremukkan, dan sisanya diinjak-injaknya dengan kakinya; ia berbeda dengan segala binatang yang terdahulu; lagipula ia bertanduk sepuluh.
8 Sementara aku memperhatikan tanduk-tanduk itu, tampak tumbuh di antaranya suatu tanduk lain yang kecil, sehingga tiga dari tanduk-tanduk yang dahulu itu tercabut; dan pada tanduk itu tampak ada mata seperti mata manusia dan mulut yang menyombong.

Dalam nubuat Daniel itu, keempat binatang buas yang aneh itu adalah simbol dari empat bangsa, masing-masing:
Binatang ke-1: Singa bersayap burung Rajawali – Babel (Irak) - 605/6 - 539 BC
Binatang ke-2: Beruang dg 3 tulang rusuk di mulutnya – Media-Persia (Iran) - 539 BC (Persia menaklukkan Babel)
Binatang ke-3: Macan Tutul berkepala empat dan bersayap empat – Yunani - 331-168 BC
Binatang ke-4: Binatang Buas bertanduk 10 - Roma/Eropa - 168 BC-476 AD

70 tahun Israel dalam Dominasi Bangsa Asing
Tahun Peristiwa
609 Pertempuran di Megido
605 Pertempuran di Karkhemish
597 Pembuangan ke Babel
586 Penghancuran Bait Allah
539 Penaklukan Babel oleh Persia
535 Pemerintahan Syrus
516 Rencana Pembangunan Kembali Bait Allah

Jika mengambil waktu dari tahun perampungan Kitab Daniel (165 B.C.E), maka wahyu dalam kitab Daniel ini adalah sebuah proyeksi ke depan – ke masa yang tidak tentu, mengacu dari peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi. Beberapa ahli PL mengatakan bahwa penglihatan Daniel itu berlangsung justru di waktu ketika Persia sudah menaklukkan Babel. Jika demikian, maka peristiwa masa lampau dalam penglihatan Daniel menjadi acuan tentang suatu kondisi yang akan terjadi di masa depan.



Nah, persoalan kita dengan buku Aheon adalah Binatang ke-4, dengan sepuluh tanduk itu adalah Kerajaan Roma, atau sebenarnya Eropa. Teks Daniel 7:7-8 seperti di atas ditafsir Aheon bahwa:
…Dari Imperium Romawi (pusatnya Italia) akan muncul 10 tanduk (10 negara) yang berasal dari wilayah Eropa. Namun, dari ke-10 negara/bangsa-bangsa Eropa akan lahir satu Tanduk (satu negara) yang awalnya kecil, tapi kemudian menjadi makin besar, makin kuat dan akhirnya menjadi yang terbesar dan terkuat di Akhir Zaman, sampai di Ujung Akhir Zaman ini. …Negara manakah…?

Saudaraku, jawabannya cuma satu, yaitu negara Amerika Serikat! Yang lahir di tahun 1776 sebagai negara kecil (tanduk ke-11) di bawah kepemimpinan Presiden George Washington, terus tumbuh jadi yang terbesar/terkuat di dunia pada saat ini. (h.36)
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) pada akhirnya melahirkan kesepakatan bersama. Diawali dengan 12 negara, lalu dua negara mundur, yaitu Inggris dan Denmark. Hingga akhirnya (12-2), ada 10 negara (10 tanduk), yang mendeklarasikan lahirnya Uni Eropa, dengan melahirkan mata uang bersama, Euro. Lalu, ada lagi yang lebih spesifik. Apakah itu? (h.38)

Aheon bahkan menafsir beberapa simbol dari bangsa ini (Amerika) yang juga mengalamatkan bahwa mereka (Amerika) adalah utusan iblis. Misalnya pada uang kertas 1 US Dolar terdapat simbol dua ‘perkumpulan rahasia’ yaitu Freemason dan Iluminati.

Pada logo Freemason, terdapat 13 bintang. Daun yang dicengkeram di kaki kanan burung berjumlah 13. Anak panah di kaki kiri juga 13 batang. Begitupula tumbukan batu pada piramida, dalam logo Iluminati, juga 13 susun. Angka 13 adalah angka Lucifer (Iblis) atau angka Yudas Iskariot (h.43). …betapa cermatnya rencana iblis ‘yang akan mencapai klimaksnya dengan menampilkan sang Juruselamat di akhir zaman. Juruselamat versi iblis! Tidak dapat tidak, orang itu adalah/harus menjadi Presiden Amerika Serikat pada saat yang telah ditetapkan, yang kami sebut di Ujung Akhir Zaman (h.44).

Jika tarikh akhir zaman itu adalah 21 Desember 2012, maka Presiden yang dimaksud tentu adalah Barak Obama. Masalahnya ialah apakah kita menerima tafsir Aheon tentang tanduk ke-11 yang muncul pada penglihatan Daniel itu adalah Amerika sebagai suatu kerajaan baru yang terus menjadi kuat dan apakah kemunculan Amerika itu adalah bagian dari rencana Iblis? Apakah adanya suatu bangsa itu merupakan buah kerja Iblis (untuk bangsa-bangsa tertentu) dan Tuhan (untuk bangsa-bangsa tertentu juga).

Jika wahyu itu dibentangkan dalam masa karya Daniel, maka bisa saja kita mengatakan apa yang tampak pada penglihatan Daniel itu sudah terjadi dalam seluruh rentang sejarah dunia (kala itu). Mengenai masa depan dan datangnya Mesias, itu yang masih menjadi problem bagi Yahudi dan juga Kristen. Apakah wahyu Daniel itu mengarah kepada ‘Kedatangan Tuhan yang kedua’, dalam arti pasca kebangkitan Yesus? Apakah Daniel sebagai orang Yahudi mengalamatkan Mesias itu kepada Yesus? Dan apakah Yesus yang adalah orang Yahudi itu menjadi bagian dari lobi Yahudi dan Amerika Serikat?

Bangsa dalam penglihatan keempat itu adalah Eropa yang berpusat di Roma (Italia), dan kemunculannya sekaligus mengakhiri episode penjajahan oleh tiga bangsa terdahulu. Bagaimana dengan tanduk yang kemudian muncul? Dalam perspektif Yahudi, hal itu bisa saja menunjuk pada kemunculan Israel sebagai suatu bangsa, melalui Proklamasinya pada 14 Mei 1948. Mengapa? Sebab Wahyu Daniel muncul pada saat Kerajaan Israel Raya sudah terpecah dua (Utara dan Selatan), dan malah kedua kerajaan bersaudara itu terus bertikai dan kemudian hancur dan dikuasai Babel, Medio-Persia, Yunani, Roma, dan bangsa-bangsa lain seperti Mesir, dll. Jadi harapan akan pembangunan dan reunifikasi Israel Bersatu menjadi suatu harapan eskhatologis yang kuat pada waktu itu. Ini yang juga mendorong munculnya harapan Mesianik Yahudi dalam arti politis yang akan membebaskan mereka dari penjajahan. Karena itu, jika pada tahun 1948 Israel merdeka menjadi suatu bangsa yang berdaulat (kembali), dapat saja hal itu merupakan suatu penggenapan nubuat Daniel.

Tetapi mengapa Amerika? Pertanyaannya muncul kembali. Aheon agaknya mendasarkan kesimpulannya itu pada adanya semacam kolaborasi Yahudi dan Amerika dalam banyak hal. Aheon menyebut ada dua kategori orang Yahudi.

Yang pertama adalah orang Yahudi yang sejati. Mereka adalah umat yang menyembah Allah dengan segala ketulusan hati, tetapi tergolong fanatik. …Mereka benar-benar mendambakan dan merindukan kedatangan Mesias, atau sang Juruselamat. Sedangkan ‘orang Yahudi’ kelompok kedua adalah utusan Iblis. Mereka adalah orang-orangnya Iblis/setan yang ingin menguasai dunia ini, baik di bidang ekonomi dan keuangan, maupun bidang yang lain, seperti agama, adat dan budaya. Tapi terutama juga di bidang politik, persenjataan dan birokrasi. ‘Yahudi’ yang secara supranatural adalah orangnya Iblis, tampilan luarnya tidak ada bedanya dengan orang Yahudi yang tulus menyembah Allah. Orang Yahudi ini disusupkan iblis masuk ke dalam, menjadi ‘bagian’ dari orang Yahudi yang ‘murni’. …Mereka harus punya kendaraan, yaitu kekuatan politik, senjata, ekonomi dan keuangan…Puncak target orang ‘Yahudi’ adalah membuat orang mereka bisa menjadi presiden bagi bangsa yang terkuat di Akhir Zaman ini. Sebab dengan menjadi Presiden Amerika Serikat dan dengan bergandengan tangan dengan Uni Eropa, cita-cita utama mereka bisa terwujud (h.64-65).

Aheon semakin yakin bahwa Amerika merupakan utusan Iblis, karena menurutnya bangsa ini turut menciptakan berbagai produk yang bertujuan untuk menguasai aspek ekonomi, keuangan, persenjataan, birokrasi, dll. Produk-produk seperti Cash Box (Peti Besi khusus), ATM, Kartu Kredit, Cek, Giro, microchip, hand scan machine, dll, menurut Aheon adalah produk yang lahir dalam rencana Iblis dan dengan begitu Amerika akan menguasai dunia dalam segala aspek. Menurut Aheon, itu merupakan inti dari nubuat Daniel, bahwa bangsa itu akan tumbuh, mula-mula kecil, kemudian menjadi semakin besar dan berpengaruh, lalu mematahkan bangsa-bangsa (tanduk) yang lain.

4. Mengapa Obama?

Aheon agaknya memasukkan penglihatan Jean Dixon pada 5 Februari 1962. Jean Dixon juga meramalkan bahwa Presiden AS, J.F. Kennedy akan mati tertembak. Bahkan penglihatan Dixon itu ditafsir bahwa pada tahun 1962 atau dalam masa menjelangnya telah lahir sang utusan Iblis. Kebetulan sekali Obama lahir pada 4 Agustus 1961. Ini menjadi semacam petunjuk paling awal bahwa Obama-lah utusan iblis yang dimaksud.

[secara ringkas, penglihatan Dixon] …akan tetapi mataku tertarik pada Nefertiti dan bayi yang dengan lembut dibuai olehnya pada lengannya yang sebelah. Bayi yang baru lahir itu terbungkus dalam kain-kain bedung yang kasar dan kotor. Bayi tersebut sangat berbeda dengan pasangan kerajaan yang berdandan dengan indah/bagus sekali itu. …kemudian aku baru menyadari akan adanya sekumpulan besar orang yang muncul di antara aku dan bayi tersebut. Tampaknya seakan-akan seluruh isi dunia ini memperhatikan pasangan kerajaan itu memberikan sang bayi. … mataku sekali lagi terpusat pada si bayi. Sekarang ia sudah tumbuh dewasa, dan sebuah salib kecil yang telah terbentuk di atas kepalanya menjadi semakin besar dan meluas sehingga salib tersebut menutupi bumi ke segala jurusan. …orang-orang yang menderita dalam segala bangsa sujud berlutut menyembah, dengan mengangkat tangan dan mempersembahkan hati mereka kepada orang tersebut. ..tetapi saluran yang keluar darinya bukanlah saluran yang keluar dari Trinitas Suci….Ia akan membentuk dan lahirkan satu Agama Baru, berdasarkan ‘kekuasaannya yang hebat’, tetapi dengan membawa manusia ke arah/tujuan yang jauh menyimpang dari ajaran kehidupan Sang Anak. …Apakah arti semua penglihatan ini? (h.17-19)

Ada beberapa sinyal lain yang ditunjuk Aheon: pertama, landasan iman Obama kurang terlalu kuat. Dia dinilai sebagai penganut paham universalisme. Ceritanya ibunya sejak kecil mengajak dia ke beberapa pusat agama: gereja, vihara, dan membaca semua kitab suci (bibel, Al-Qur’an, Bhagavad Gita, Filsafat Yunani, dll) merayakan natal, paskah, imlek, dan lainnya. Kedua, ia memiliki garis keturunan yang unik. Ayahnya keturunan Ham (Kenya, Afrika), ibunya Indian Cherokee. Ketiga, latar belakang Atheis dan universalisme (h.114,115).

Karena itu, dengan latar belakang nubuat Daniel, dan beberapa referensi lain dari Perjanjian Baru, Aheon berkesimpulan bahwa di kemudian hari, Obama akan lari dari komitmen dan janjinya dalam kampanye, dan itu yang dimaksudkannya dengan “Israel akan dikhianati”. Ini juga yang Aheon maksudkan dengan ‘rencana utusan iblis’.

Saat Obama menjadi Presiden, Amerika dan dunia mengalami krisis keuangan global. Aheon mengatakan, dalam situasi itu, Obama akan mengambil kebijakan strategis dan berhasil mengatasi situasi dimaksud. Tetapi baginya, itu adalah bagian dari rekayasa Iblis untuk menaikkan rating utusannya itu. (h.134). Lagi-lagi ini dilihat sebagai bagian dari campur tangan iblis di Ujung Akhir Zaman.

Kolaborasi dengan ‘Yahudi’ akan membuat Israel bersedia menandatangani Perjanjian Damai. Aheon menyebut bahwa hal itu membuat orang Yahudi meyakini bahwa tokoh yang satu ini adalah Mesias yang selama ini mereka tunggu-tunggu (h.141), sebab Obama diyakini akan mendukung mereka membangun Bait Allah yang ketiga. Tetapi apakah hal itu akan terwujud? Tidak! Sebab akhirnya Israel dikhianati, dan mereka akan menjadi bangsa yang lemah, lalu Amerika muncul sebagai satu-satunya pengatur di dunia ini. Itu adalah target besar Iblis, menurut Aheon.

5. Benarkah Tahun 2012?
Aheon berkata: ‘mengenai hari dan jamnya, tidak seorang pun tahu’ (Mark.13:30a). Artinya, ketepatan jamnya tidak bisa diprediksi, tetapi waktunya tepat – yaitu 2012.

Mari kita melihat sedikit perihal waktu ini. Penanggalan tahun 2012 (tepatnya 21 Desember) ditetapkan mengikuti prakiraan kalender bangsa Maya Kuno. Sebelum kita ke situ, beberapa cara menghitung waktu yang dipakai Aheon juga menarik disimak.

Israel ditaklukkan Babel pada 596 SM. Kemudian Yerusalem ditaklukkan pasukan Jenderal Titus pada 69 M, dan Bait Allah hancur 70M. Artinya Israel dijajah dan dibawa ke dalam pembuangan. Israel baru merdeka sebagai bangsa pada 1948. Artinya, mereka mengalami penjajahan selama 2500 tahun, atau hidup dalam perserakan selama 1878 tahun di hampir 100 negara.

Kemunculannya di 1948, dinilai sebagai penggenapan nubuat dalam Lukas 21:29-31, tentang tunas pohon ara. Nah, acuan tahun 1948 ini yang menjadi pijakan menghitung Akhir Zaman. Ada beberapa cara penghitungan. Pertama, mengacu pada siklus 40 tahun. Angka ini merupakan angka yang dominan dalam sejarah Israel. 40 tahun dalam pembuangan di Mesir, 40 tahun dalam pengembaraan di padang gurun. 1948+40=1988. Tetapi tidak terjadi akhir zaman. Menurut Aheon ‘bukan itu’ maksud Allah (h.83).

Siklus 50 tahunan. Satu angkatan adalah 50 tahun. Tiap 50 tahun dirayakan sebagai tahun Yobel, tahun pembebasan. Jadi 1948+50=1998. Juga tidak terjadi. Tafsirnya salah. Kemudian siklus 70 tahunan, atau 80 tahunan (bnd. Mzm.90:10 – mengenai masa hidup maksimal seorang manusia). Jadi 1948+70=2018, atau 1948+80=2028. Rumusnya tidak sampai di situ saja, Aheon mengkaitkannya dengan Rapture atau pengangkatan jemaat yakni 7 tahun (atau 3 ½ tahun); jadi 2018-7=2011, atau 2018-4=2014.

Nah, ini sejalan dengan siklus kalender Maya Kuno, yang meletakkan siklus galaktika itu dalam rentang tahun 1980 - 2016. Jadi zona 2012 itu berada dalam rentang waktu itu. Dalam sebuah buku yang lain, The Mistery of 2012, pada salah satu tulisan John Major Jenkins disebut:
Konfigurasi zaman 2012 ini disebabkan oleh gejala yang dikenal sebagai perubahan perlahan tetapi terus-menerus yang disebabkan oleh gravitasi dalam sumbu rotasionalnya atau jalur orbitalnya. Bisa juga diartikan sebagai perubahan bertahap dalam orientasi sumbu rotasi bumi. Bumi bergerak sangat perlahan pada sumbunya dan mengubah orientasi kita pada gugusan bintang yang lebih luas, termasuk Galaksi Bimasakti. Etek yang paling terperhatikan dalam gejala ini bahwa posisi matahari pada titik equinox (ketika matahari ada pada salah satu dari dua titik berlawanan pada ruang angkasa di mana ekuator ruang angkasa dan jalur matahari bersilangan. …gejala ini memengaruhi titik balik matahari, sehingga posisi titik balik matahari Desember bergeser perlahan, tampak bertemu dengan pusat Galaksi Bimasakti sepanjang ribuan tahun. (h.62,63)

Namun kesimpulan Jenkins cukup menarik, yaitu bahwa 2012 itu tidak mesti dimengerti sebagai akhir zaman dalam arti ‘berakhirnya kehidupan di dunia’. Ia menyebut pada 2012 itu “alam lebih tinggi kita tidak merusak alam yang lebih rendah tetapi memeluknya. Begitu juga waktu dinormalkan kembali dalam hubungannya dengan keabadian ketika kesadaran manusia memperoleh kembali perspektif yang abadi, tak terikat waktu. Dunia yang terlihat seperti yang terwujud dinormalkan kembali kepada kemungkinan tak terbatas ketika kesadaran manusia mewujudkan kembali hubungannya dengan ketakterbatasan” (h.65).

Kesimpulan Jenkins itu sejalan dengan Carl Johan Calleman, kontributor lain dalam buku yang sama, bahwa “tahun 2012 mungkin juga merupakan sebuah periode yang di dalamnya banyak manusia akan mendapatkan cara beradaptasi dengan rangka kesadaran kosmis yang baru. Bila tidak ada yang lain, kita harus beradaptasi pada kenyataan bahwa setiap orang di sekitar kita kini tercerahkan dan memiliki keyakinan penuh bahwa milenium perdamaian, Era Solar Emas, akhirnya bermula di bumi. Hal ini tidak berarti bahwa ‘siklus baru’ akan mulai. Ini adalah akhir dari siklus (h.119).

Jadi kesimpulan kita, dalam kepemimpinan Obama, Amerika akan berusaha menguasai semua sektor kehidupan manusia yang vital. Kolaborasi dengan Yahudi justru dimanfaatkan untuk memperkuat basis-basis pengaruh Amerika Serikat, dan juga kepentingan Yahudi. Apakah itu proyek Iblis? Kita tidak punya cukup alasan untuk mengatakan hal itu, sebab toh di negara kita Indonesia, yang akan memasuki usia merdeka 64 tahun, korupsi masih terjadi, kekerasan terus meningkat, angka bunuh diri juga begitu, pengrusakan hutan, laut, minyak illegal, dll. Apakah Obama juga adalah utusan Iblis? Jangan-jangan ada yang membenarkannya karena saat diambil sumpah, terjadi kesalahan, kemudian dalam pengambilan sumpah ulang, dia tidak bersumpah sambil meletakkan tangan di atas Alkitab.

Dan apakah tahun 2012 adalah kiamat? Apakah hari kiamat itu? Mungkin ini pertanyaan penting yang harus didiskusikan lagi (di lain waktu).
Tulisan ini disusun sebagai bahan Diskusi atas permintaan Wadah Pelayanan Laki-laki Jemaat GPM Rumahtiga Sektor Kota. Disampaikan dalam Ibadah Koinonia dengan Wadah Pelayanan Perempuan Jemaat Rumahtiga Sektor Kota dan Unit 1,2 Sektor Kota, pada 8 Juli 2009 di rumah Kel. G. Manusama - Jl. Karpan

Wednesday, September 23, 2009

Tahap Perkembangan Kepercayaan

Sari Pemikiran James W. Fowler dalam “Teori Perkembangan Kepercayaan: Karya-karya Penting James W. Fowler”, Editor. A. Supratiknya, Yogyakarta: Kanisius, 1995

Oleh. Elifas Tomix Maspaitella

Satu Manusia sebagai Pemberi Makna

James W. Fowler mengembangkan suatu teori yang disebutnya “Faith Development Theory”. Teorinya ini lebih menjurus pada psikologi agama. Namun pendekatannya ini membantu kita dalam memahami tahapan perkembangan percaya seorang manusia dan satu komunitas. Atau membantu dalam memahami alasan-alasan mengapa dan bagaimana seorang menjadi percaya atau beragama.

Beragama bagi Fowler adalah bagian dari proses mencari makna, sebab itu menurutnya manusia adalah meaning maker (pemberi arti). Manusia adalah subyek yang bermakna dan memberi/menciptakan makna pada sesuatu atau pada iman (faith), dan kepercayaan (belief)/agama. Proses memberi makna itu yang memperlihatkan bahwa manusialah yang menyusun suatu penjelasan terhadap berbagai pengertian yang semula tidak tersusun secara rapi. Fenomena-fenomena percaya awal adalah suatu susunan pemikiran dan pengertian yang ‘talamburang’ (tidak teratur, ajeg). Manusialah yang menyusunnya. Dalam proses penyusunan itu manusia juga yang mencari sesuatu material/simbol (sign) yang sinonim atau bisa merepresentasi hal yang dipercayainya itu. Karena itu menjadi percaya, atau iman adalah juga suatu proses semantik yang dibuat oleh manusia.

Rupanya Fowler tidak mau terlalu dipusingkan dengan hal-hal semantik itu seperti halnya para antropolog agama seperti E.B. Tylor (di masa Klasik) atau Ruth Benedict dan Fiona Bowie (di masa modern).

Sederhananya bagi Fowler ialah bahwa faith dimengertinya sebagai sesuatu yang luas dari sekedar ‘kepercayaan’ (belief), walau keduanya sinonim dengan ‘tindak pengartian’ (upaya memberi arti/menjelaskan). Sebab kepercayaan menyangkut mental untuk menciptakan, memelihara dan mentransformasi arti. Hasilnya adalah apa yang disebutnya sebagai ‘kepercayaan eksistensial’.

Kepercayaan eksistensial itu sendiri menurutnya merupakan suatu kegiatan relasional, artinya ‘berada-dalam-relasi-dengan-sesuatu’. Maka kepercayaan eksistensial diawali oleh ‘rasa percaya’ (yun. Pisteuo = saya percaya dalam arti bahwa saya menyerahkan diri seluruhnya dan mengandalkan engkau).

Hal itu berarti:
Pertama, kepercayaan sebagai cara seorang pribadi (atau kelompok) melihat hubungannya dengan orang lain, dengan siapa ia merasa diri bersatu berdasarkan latar belakang sejumlah tujuan dan pengartian yang dimiliki bersama.

Ini menjurus pada adanya suatu ajaran yang membentuk ranah kognisi dalam hal menjadi percaya. Tetapi juga suatu sistem praktek yang membentuk ranah afeksi dan motorik.
Kedua, kepercayaan sebagai cara tertentu, dengan mana pribadi menafsirkan dan menjelaskan seluruh peristiwa dan pengalaman yang berlangsung dalam segala lapangan daya kehidupannya yang majemuk dan kompleks.

Aktifitas menafsir (interpretation) dan menjelaskan (clarification, verstehen) di sini mengamanatkan bahwa kepercayaan adalah bagian dari suatu hermeneutika kehidupan, yang terkait bukan dengan dokumen-dokumen kudus yang turut menyusun dogma agama melainkan dokumen-dokumen kehidupan yang selalu dijumpai manusia dalam pengalaman nyata di masyarakat/dunianya.

Ketiga, kepercayaan sebagai cara pribadi melihat seluruh nilai dan kekuatan yang merupakan realitas paling akhir dan pasti bagi diri dan sesamanya. Di sini ditentukan mana ‘gambaran penuntun’ mengenai yang ultim yang akhirnya dapat menggerakkan dan menjadi acuan hidup kita.

Pada sisi ini muncul seperangkat etika dalam agama, serta ajaran mengenai Tuhan sebagai yang ultim.

Dua Fides quae creditur, Fides qua creditur

Untuk merinci isi dari kepercayaan itu, Fowler membedakan antara fides quae creditur, yaitu substansi dan isi kognisi dari hal yang dipercayai, dan fides qua creditur yakni cara kita percaya akan hal tersebut.
Dengan demikian kepercayaan selalu ada dalam dialektika antara ajaran untuk menjadi percaya dan cara/praktek menjadi percaya. Apa yang disebut percaya tidak sekedar menerima secara taken for granted tetapi belajar secara kritis melalui praksis. Sebab apa yang menjadi isi kognisi (ajaran) sesungguhnya adalah kumulasi dari apa yang dialami dalam hidup sehari-hari.
Beberapa teolog lain seperti John B. Cobb, jr, menunjukkan bahwa hal menjadi percaya baru datang pada saat manusia melakoni aktitifitas sehari-hari (dailiy activity). Maka kepercayaan juga ditentukan oleh aktifitas dan peran sosial/tanggungjawab.

Tiga Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan

Tahap 0: Kepercayaan Elementer Awal
(Primal Faith)

Tahap ini timbul sebagai Tahap 0 (nol) atau Pratahap (pre-stage, yaitu masa orok, bayi, 0 sampai 2 atau 3 tahun). Kepercayaan ini disebut juga pratahap “kepercayaan yang belum terdiferensiasi (undifferentiated faith), karena: (a) ciri disposisi praverbal si bayi terhadap lingkungannya yang belum dirasakan dan disadari sebagai hal yang terpisah dan berbeda dari dirinya, dan (b) daya-daya seperti kepercayaan dasar, keberanian, harapan dan cinta (serta daya-daya lawannya) belum dibedakan lewat proses pertumbuhan, melainkan masih saling tercampur satu ama lain dalam suatu keadaan kesatuan yang samar-samar. Rasa percaya elementer ini bersifat pralinguistis (sebelum tumbuh kemampuan membahasa), praverbal, dan prakonseptual.


Tahap 1: Kepercayaan Intuitif-Proyektif
(Intuitive-Projective Faith)

Pola eksistensial yang intuitif-proyektif menandai tahap perkembangan pertama (umur 3-7 tahun) karena daya imajinasi dan dunia gambaran sangat berkembang. Apa yang dialami di Tahap 0 (nol) menjadi hal yang sangat berarti dalam Tahap 1. Dunia pengalaman sudah mulai disusun melalui seperangkat pengalaman inderawi dan kesan-kesan emosional yang kuar. Namun kesan-kesan itu diangkat ke dalam alam imajinasi. Walau demikian pada tahap ini anak sudah mulai peka terhadap dunia misteri dan Yang Ilagi serta tanda-tanda nyata kekuasaan.

Tahap 2: Kepercayaan Mitis-Harfiah
(Mithic-Literal Faith)

Bentuk kepercayaan ini muncul sebagai tahap kedua (umur 7-12 tahun). Di sini mulai bertumbuh operasi-operasi logis terhadap pengalaman imajinatif di Tahap 1. Operasi-operasi logis itu mulai bersifat konkret, dan mengarah pada adanya kategori sebab-akibat. Di sini anak berusaha melepaskan diri dari skiap egosentrismenya, mulai membedakan antara perspektifnya sendiri dan perspektif orang lain, serta memperluas pandangannya dengan mengambil alih pandangan (perspektif) orang lain. Kemampuan untuk menguji dan memeriksa perspektifnya sudah mulai tersusun baik, walau pada tingkat moral anak belum bisa menyusun dunia batin seperti perasaan, sikap dan proses penuntun batiniah yang dimilikinya sendiri.

Tahap 3: Kepercayaan Sintetis-Konvensional
(Synthetic-Conventional Faith)
Tahap ini muncul pada masa adolesen (umur 12-20 tahun). Di sini muncul kemampuan kognitif baru, yaitu operasi-operasi formal, maka remaja mulai mengambil alih pandangan pribadi rang lain menurut pola pengambilan perspektif antar-pribadi secara timbal balik. Di sini sudah ada kemampuan menyusun gambaran percaya pada person tertentu, termasuk person yang Ilahi.

Tahap 4: Kepercayaan Individuatif-Reflektif
(Individuative-Reflective Faith)
Tahap ini muncul pada umur 20 tahun ke atas (awal masa dewasa). Pola ini ditandai oleh lahirnya refleksi kritis atas seluruh pendapat, keyakinan, dan nilai (religius) lama. Pribadi sudah mampu melihat diri sendiri dan orang lain sebagai bagian dari suatu sistem kemasyarakatan, tetapi juga yakin bahwa dia sendirilah yang memikul tanggungjawab atas penentuan pilihan ideologis dan gaya hidup yang membuka jalan baginya untuk mengikatkan diri dengan cara menunjukkan kesetiaan pada seluruh hubungan dan pangilan tugas. Disebut ‘individuatif’ karena baru saat inilah manusia tidak semata-mata bergantung pada orang lain, tetapi dengan kesanggupannya sendiri mampu mengadakan dialog antara berbaagai ‘diri; sebagaimana dilihat dan dipantulkan orang-orang dengan ‘diri sejati’ yang hanya dikenal oleh pribadi yang bersangkutan itu sendiri. Manusia mengalami dirinya sebagai yang khas, unik, aktif, kritis, kreatif penuh daya.

Tahap 5: Kepercayaan Eksistensial Konjungtif
(Conjunctive Faith)

Kepercayaan eksistensial konjungtif timbul pada masa usia pertengahan (sekitar umur 35 tahun ke atas). Tahap ini ditandai oleh suatu keterbukaan dan perhatian baru terhadap adanya polaritas, ketegangan, paradoks, dan ambiguitas dalam kodrat kebenaran diri dan hidupnya. Kebenaran hanya akan dicapai melalui dialektika, karena sadar bahwa manusia memerlukan suatu tafsiran yang majemuk.
Di sini beragama dan kepercayaan juga dibayang-bayangi oleh simbol, metafora, cerita, mitos, dll yang memerlukan penafsiran kembali.

Tahap 6: Kepercayaan Eksistensial yang Mengacu pada Universalitas
(Universalizing Faith)
Kepercayaan ini berkembang pada umur 45 tahun ke atas. Pribadi melampaui tingkatan paradoks dan polaritas, karena gaya hidupnya langsung berakat pada kesatuan dengan Yang Ultim, yaitu pusat nilai, kekuasaan dan keterlibatan yang terdalam. Pribadi sudah berhasil melepaskan diri (kenosis) dari egonya dan dari pandangan bahwa ego adalah pusat, titik acuan, dan tolok ukur kehidupan yang mutlak. Perjuangan akan kebenaran, keadilan, dan kesatuan sejati berdasarkan semangat cinta universal ini secara antisipatif menjelmakan daya dan dinamika Kerajaan Allah sebagai persekutuan cinta dan kesetiakawanan antara segala sesuatu yang ada.

Sunday, September 20, 2009

Panas Gandong Amalopu 1980

Panas Gandong merupakan ‘ritus adat’ antara dua negeri gandong, Rumahkay (Amakele Lorimalahitu) dan Rutong (Loupurisa Uritalai) yang diselenggarakan tiap 5 tahun sekali, sesuai dengan pengelompokkan Pata (Kelompok) Lima, sebagai persekutuan (liga) adat kedua negeri.

Dalam tradisinya, kedua negeri ini mengakui sekandung (kakak-adik), karena itu sapaan yang biasa dikenakan kepada tiap anggota masyarakat adalah “gandong kaka” dan “gandong ade”. Jadi tiap orang Rutong menyapa saudara gandongnya, harus diawali dengan sebutan “gandong kaka…” baru menyebut namanya, sebaliknya juga demikian.

Ritus Panas Gandong tahun 1980, adalah yang terakhir dalam kurun waktu 1980-an sampai kini. Beberapa kali harus dilaksanakan, namun terkendala oleh beberapa hal prinsip. Pada tahun 1995, kendalanya adalah Pemerintahan Negeri di kedua Negeri yang belum terbentuk; dan selanjutnya oleh alasan situasi keamanan Maluku yang belum kondusif.


Sebagai generasi muda Amalopu, kita mendambakan agar tali ikatan gandong ini tetap terpelihara. Sekarang semua masyarakat sudah mulai bangun dari dasar kearifan lokalnya. Amalopu harus lebih berakar lagi.


Gambar ini adalah gambar anak-anak SD Negeri Rutong yang sedang menanti kedatangan gandong kaka di jalan depan sekolah, sambil mendendangkan lagu Penyambutan berjudul “Hidop Gandong” Melodi & Syair diciptakan oleh Frans Pesulima:

Syairnya:

Dengan gembira kami sambut gandong eee
Ya lima tahun kita telah bercerai
sekarang kita kembali baku dapa
sio sungguh manis pri hidup gandong eee

Reef.


Gandong eeee (gandong eee)….gandong eeee
Mengarung laut sengsara badan eee
Si gandong (sio gandong)
Potong di kuku rasa di daging eee
Hidop ade kaka

TALITA KUM

(Markus 5:35-43) Oleh. Pdt. Elifas Tomix Maspaitella  PROKLAMASI KEMESIASAN YESUS  Injil Markus, sebagai injil tertua yang ditulis antara ta...