Posts

Showing posts from November, 2011

Pencanangan Adventus Natal 2011

Image
Liturgi Pencanangan Adventus Natal 2011 Jemaat Rumahtiga Klasis GPM Pulau Ambon Jumat, 25 November 2011 Tema : Bersama-sama Menyambut Kedatangan Tuhan Dengan Saling Peduli (Lukas 2:1-7) Solo: KJ. No. 109:1 - ‘Hai Mari Berhimpun’ [masuk Yesus berjubah Biru – simbolisasi Adventus, diiringi anak-anak SM-TPI yang membawa banner bertuliskan: ‘Orang Miskin, Orang Sakit, Orang Cacat, Anak Yatim-Piatu, Korban PHK, Jompo – sebagai refleksi Tema Natal] Anak 1: [Pembawa Banner ‘Orang Miskin’] Di palunganMu TUHAN, kami ada Anak 2: [Pembawa Banner ‘Orang Sakit’] Di palunganMu TUHAN, kami terbaring Anak 3: [Pembawa Banner ‘Orang Cacat’] Kami terus berjalan menuju palunganMu, TUHAN Anak 4: [Pembawa Banner ‘Anak Yatim-Piatu’] Oh, Yesus, Kau terlahir dan punya Mama-Papa. Dan Aku, tak lagi punya Mama dan Papa, tapi aku ada di palunganMu Anak 5: [Pembawa Banner ‘Korban PHK’] Tidak ada lagi gembala, kami yang kini datang ke palunganMu, TUHAN Anak 6: [Pembawa Banner ‘Jompo’] Majusi sudah kembali ke negeri

PROBLEM PEMBANGUNAN DI PULAU-PULAU KECIL

Image
Oleh. Elifas Tomix Maspaitella People centered development atau pembangunan berbasis masyarakat merupakan paradigma pembangunan yang bertumpu pada pendekatan kesejahteraan (social welfare) di mana masyarakat menjadi subyek utama dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan seluruh dinamika pembangunan. Sudah tentu hal itu mengindikasikan bahwa pembangunan menjadikan manusia atau masyarakat manusia sebagai tujuan. Suatu gerakan protes terhadap developmentisme yang cenderung memosisikan manusia sebagai alat untuk melaksanakan proyek-proyek raksasa atas nama kesejahteraan. Ada empat pengalaman kecil dari empat kali berkunjung ke pulau-pulau kecil di Maluku. Pertama, pengalaman berkunjung ke Pulau Larat (MTB), kedua ke Pulau Selaru (MTB), ketiga ke pulau Kisar (MBD) dan keempat ke pulau Wamar-Dobo (Kepulauan Aru). Pengalaman-pengalaman kecil yang patut disyukuri dalam tugas sebagai Ketua Umum PB AMGPM dan Tim Evaluasi PIP/RIPP GPM sepanjang tahun 2010. Dengan pengalaman-pengalaman itu k

PANTUN DAN FALSAFAH BABAR

Refungsionalisasi Makna Oleh. Elifas Tomix Maspaitella 00. PENGANTAR Kepada semua masyarakat Babar, saya mohon maaf jika ada kesalahan-kesalahan terentu dalam tulisan ini. Saya menemui (lagi-lagi dari folder Pdt. Ampy Beresaby, Ketua Klasis GPM Pulau-pulau Babar), beberapa file yang menarik untuk dikaji dalam kaitan dengan aspek-aspek teologi (sebab hanya ilmu itu yang saya pelajari secara formal). Dalam ‘temuan’ itu, ada dua pantun yang cukup menantang dilakukan refleksi. Saya tidak mau menyebut ‘kajian’ sebab apa yang tertuang dalam tulisan ini jauh dari sebuah perlakuan keilmuan, yang bagi saya bisa digali oleh mereka yang tekun dengan metode kerja pengetahuan. Satu pantun, dinamai oleh Pdt. Ampy dalam folder itu sebagai ‘pantun darat’, dan satu lagi dinamainya ‘pantun laut’. Memang yang ada hanyalah rumusannya saja, dan tidak disertai penjelasan sebagaimana makna pantun pada lazimnya. Karena itu sebagai orang yang tidak tahu apa-apa dengan bahasa Babar, saya ‘awam’ di hadapan pantu

TNYAFAR

Image
Komunitas Gereja Pulau-pulau dan Kemiskinan oleh. Elifas Tomix Maspaitella Apakah Tepat, [masih] Mencari ‘rorok’ Teologi? Konsentrasi Gereja Protestan Maluku (GPM) membangun eklesiologi kepulauan, sebagai eklesiologi GPM, sejauh ini masih terfokus pada problem-problem metodologi dan berkisar pada tema-tema yang lebih tepat masuk ke ranah dogmatika. Jauh hari Pdt. Christ Tamaela, mengintroduksi liturgi yang berbau budaya, dan nyanyian ‘Mae ka Lao’ (Mari ke Laut), atau ‘Siwalima Arika’ (Siwalima, cepat!), sebenarnya menunjuk bahwa eklesiologi kepulauan merupakan suatu telaah sosio-teologi yang perlu memperhatikan dengan sungguh-sungguh dinamika bergereja dan berjemaat pada semua jemaat di pulau-pulau yang terhampar dari Maluku Utara sampai Maluku Barat Daya. Saya tidak tahu apakah tulisan ini menambah referensi ke dalam eklesiologi kepulauan ataukah tidak. Apalagi jika ada orang yang sengaja atau tidak, di era kini mulai alergi dengan sumbangan sosiologi dan antropologi ke dalam teologi.

FENOMENA SOSIAL MIGRAN BABAR

Identitas Budaya dalam Reorganisasi Jemaat GPM Oleh. Elifas Tomix Maspaitella Kesan Awal Ada dua sisi cerita yang penting sebagai alasan akademik dan praksis mengapa paper ini sengaja ditulis. Sisi cerita pertama ialah pengalaman tinggal di Karang Panjang, atau menjadi warga Jemaat Imanuel Karang Panjang Klasis GPM Kota Ambon (jauh sebelum Pemekaran Jemaat Petra dari Imanuel Karpan) membuat beta secara langsung berinteraksi dengan sesama warga jemaat yang sebagian besarnya adalah sub etnik Babar atau Tepa. Orang-orang yang tinggal di Kampung Tepa menghisabkan diri dalam Lakopona Amarere, merupakan komunitas Babar/Tepa yang tinggal di daerah Lahane sampai Ahuru (sekarang merupakan wilayah Jemaat Petra Klasis GPM Kota Ambon). Mereka adalah mayoritas penduduk atau warga jemaat di kawasan tersebut dan menjadikan Jemaat Imanuel Karpan (dan kini Jemaat Petra) merupakan jemaat GPM di Kota Ambon dengan tipikal tersendiri. Fenomena ini tentu sama dengan kampung Ullath dan Aboru di kawasan Kara