Posts

Showing posts from December, 2009

NATAL DENG PAPEDA SABALE

Katanya cinta meramas kasbi Pancangkan kain di kuda-kuda Tabaos cinta panggil anak negeri Lihat mama meramas kasbi Dengar suara rindu gadis sebelah rumah Teriakan lapar tangisan dahagA Dan suara himpitan kerongkongan kering Bunyi perut berirama tifa pica Katanya cinta membakar sukma Lalu mama naikkan syukur siang Singgahsana Allah memutih bagaikan toya Panci tumpah ruah gelombang air panas Sempe diramaikan jari yang me-lomi toya Aru-aru menentramkan perut tertabu Sukacita hadir siang malam dirumah tua “Tuhan berkatilah makanan kami” doa ini terdengar indah karena papeda sabale akan datang Tuhan…… nikmatnya kuah lemon. Yang teruras bagaikan anggur hermon Dijilati lidah penikmat bungaran Pernahkah kau cicipi Tuhan…..????? “Tuhan inilah makanan kami yang Kau beri makanan natal orang pinggiran yang hanya bisa mengolah kasbi makanan natal anak negeri yang susah beras secupak dan cuma ada ikan meti “Tuhan………. Trima kasih atas berkatMu” doa itu begitu syahdu karena hati hampir menangis adakah
Dan Kunyalakan Lilinku [eltom, 16/12-09] Solo: Lagu ‘Seribu Lilin’ [masuk 3 anak sambil membawa lilin masing-masing – dengan gerak tariannya] Narasi : Dan kunyalakan lilinku Anak 1 : Menyala lilinku [langsung menyalakan lilinnya]. Kunamai engkau LILIN IMAN. Sebab merah warnamu, merah pula nyalamu, dan kupegang engkau erat sebab larik sinarmu menembusi hatiku. Anak 2 : Menyala lilinku [langsung menyalakan lilinnya]. Kunamai engkau LILIN SUKACITA. Sebab hijau warnamu, merah kehijauan apimu, dan kuangkat engkau tinggi-tinggi sebab cahayamu harus menerangi setiap hati yang bersedih Anak 3 : Menyala lilinku [langsung menyalakan lilinnya]. Kunamai engkau LILIN DAMAI. Kuning warnamu tanda teduh hatiku. Larik sinarmu merah kekuningan, tanda dunia yang tenang dan tangan yang saling merangkul Narasi : [3 anak tadi memeragakan lilin yang dihadang berbagai tantangan sambil menggoyang-goyang lilinnya]. Dan menyalalah lilinku. Terus menyala lilinku. Angin menerpamu, tetapi teruslah menyala lilink

Cerita Perempuan itu Tentang Dirinya

(eltom, 25/11-09) Instrumen: “Anak Maria Dalam Palungan” (KJ.No. 112) [penari latar – tarian yang melukiskan Perempuan yang terdiam setelah melahirkan] [ketiga pembaca puisi di depan podium dengan wajah muram/sedih, sambil menunduk kepala]  Dapatkah aku lukiskan suasana hatiku yang sebenarnya?  Pernakah orang merasa apa yang sebenarnya membara dalam kalbuku?  Bisakah aku berbagi cerita bahwa sebenarnya hatiku gunda?  Mungkin tiada yang percaya [penari menarikan gerakan perempuan yang menanggung malu]  Aku malu menunjukkan wajahku  Aku tak kuasa menanggung berat badanku  Haruskah aku mengurung diri dan berharap tiada seorang pun tahu  Bagaimana jika beban di perutku tambah berat Dan perutku tambah membesar Dan sang bayi ini terus bertumbuh  Oh…..perempuan sepertiku….. Kan kugurat hari-hariku dengan cerita sedih Aku kan dipandang dengan mata memincing Sudut bibir mereka kan berseloroh sinis  Dengan beban membathin aku harus berjalan jika tidak mau susah melahirkan Tapi

Majus Yang Terlambat

Sketsa Natal Majus yang Terlambat [Narator]: Dunia adalah tanda tanya besar. Dan bentuknya pun adalah tanda tanya besar. Dari ujung yang satu ke tepi yang berikut laksana titik-titik yang berujung juga pada tanda tanya. Ibarat untaian kata dan susunan kalimat, berujung jua pada tanda tanya besar. Besar….besar….besar….tiada bertepi, tiada berujung, semuanya dipenuhi tanda tanya besar……………………… Solo: O Little Town Of Betlehem (KJ. No. 94] VOTUM [empat orang majusi memasuki pentas : berjalan mengitari podium dan berpapasan dengan beberapa orang lain yang juga berjalan untuk melakukan aktifitas mereka, sampai berpapasan dengan kelompok penyanyi….] Penyanyi : [menyanyi] Hai musafir…. Mau ke mana???? …..jedah….. [over tone] [menyanyi] Hai musafir…. Mau ke mana???? …..jedah….. [over tone] [menyanyi] Hai musafir…. Mau ke mana???? …..jedah….. [over tone] [menyanyi] Hai musafir…. Mau ke mana???? Kau arahkah langkahmu Majusi : [menyanyi] kami ikut titah raja