Posts

Showing posts from August, 2009

INDONESIA ‘KU MARAH INDONESIA ‘KU MERAH

Image
(Eltom, 17/8-2009) Yang ‘ku bangun, Indonesia yang ber-SATU Bukan ber-SATU lalu ada yang terlepas Bukan ber-SATU lalu ada yang mengatur hukumnya sendiri Kalau itu Indonesiamu ‘ku MARAH Yang ‘ku bangun, Indonesia yang ber-keADILan Bukan hukum yang pandang muka Bukan mega proyek yang menindas Kalau itu Indonesiamu ‘ku MARAH Yang ‘ku bangun, Indonesia yang berperikeMANUSIAan Bukan manusia tak berhati Bukan pendendam dan pengacau Kalau itu Indonesiamu ‘ku MARAH Indonesiaku harus ber-SATU SATU Ya karena SATU Bangsa, SATU Tanah Air, SATU Bahasa SATU jua TUHAN Kalau itu Indonesiamu ‘ku MERAH Indonesiaku hari ber-keADILan Miskin, Buta, Tertindas, Sakit, Sehat, Gizi Buruk, Pengungsi, Anak Kecil, Perempuan, TKI, TKW, Buruh, semua punya hak yang sama Tidak pandang muka, tidak pandang dasi, tidak takut jas, tidak kejar kursi dan bintang Kalau itu Indonesiamu ‘ku MERAH Indonesiaku harua berperikeMANUSIAan Kalau itu Indonesiamu ‘ku MERAH

Beta Anak Merdeka

Image
(eltom, 11/08-09) Indonesia ini punya kita Anugerah Dia yang kita sebut: Tuhan Demokrasi ini untuk kita Sebab keadilan untuk semua Damai hak semua orang Kebenaran untuk semua Semua setara Yang beda biar tetap beda Jangan dibedakan Yang sama tidak sama persis Biarkan tetap bertumbuh Indonesia ini punya kita Anugerah Dia: Yang Maha Esa Pembangunan adalah untuk semua Sebab kemakmuran hak semua Bukan di Barat Bukan di Tengah Bukan di Timur Tapi satu persada satu nusantara Indonesia ini punya kami yang masih belia yang beranjak remaja punya kami yang cinta damai agar jangan lagi bertengkar punya kami yang cinta keadilan agar jangan lagi main curang Indonesia Masa depanmu di tangan kami Masa depan kami untuk Indonesia Untuk Merdeka

MENGAPA ‘SIA-SIA’?

Bahan Bacaan: Pengkhotbah 4:17-5:6 oleh. Elifas Tomix Maspaitella Sudah tentu semua orang membaca teks Pengkhotbah dan menyimpulkan bahwa ‘segala sesuatu adalah sia-sia’, atau ‘ibarat menjaring angin’, atau ibarat ‘hidup di bawah bayang-bayang maut’. Artinya yang ada hanyalah kekelaman atau kelam-kabut, kekosongan, dan kegelapan. Ringkasnya, seperti halnya ungkapan pengkhotbah: SIA-SIA. Akibatnya, kita mendapat gambaran bahwa kitab Pengkhotbah diwarnai oleh suasana pesmistis. Sepertinya tidak perlu lagi melakukan apa pun di hidup ini, karena toh sia-sia saja. Atau tidak perlu mencita-citakan sesuatu yang lebih tinggi, karena toh semuanya sia-sia. Kesan umum itu tidak bisa disalahkan, apalagi jika disertai dengan cara membaca teks Pengkhotbah secara harfiah atau leter-leg . Padahal jika dibaca secara hati-hati, dan terutama pada pasal 4:11-5:6, kita akan mendapati alasan mengapa penulis kitab ini menegaskan secara berulang ‘kesia-siaan’ itu. Sebagai bagian dari Sastra Hikmat, teks Peng