Beta dan Kasih Tuhan [yang bombong]

Mazmur 106:44-48 (Fokus ay.44)

Teks kali ini mengantar kita untuk berusaha memahami bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan di dalam seluruh pengalaman hidup, termasuk pengalaman krisis. Atau sebenarnya, mengapa Tuhan berpihak kepada [keselamatan] manusia (bnd. Mzm.103:1-22).

Teks Mazmur 106:44-48 adalah bagian terakhir dari Jilid IV Mazmur (90-106) yang berkisar di seputar hal: (1) perlindungan Allah terhadap umat; (2) sikap umat terhadap Tuhan; (4) kemahakuasaan Tuhan; dan (4) kebaikan hati Tuhan – dimensi kasih setia (ibr. hesed).

(a) ‘Kasih setia Tuhan’: kasih yang bombong. Ay.44-48, Ibarat kata, kasih setia itu adalah pemberian Tuhan yang melebihi standar umum yang ada. Ibarat ukuran cupak beras, kasih setia Tuhan itu ‘bombong’, melebihi standar umum.

Konsepsi ‘bombong’ tadi tampak dalam gambaran personifikasi Tuhan oleh pemazmur, bahwa ‘Ia menilik, dalam arti memeriksa sampai hal sekecil-kecilnya, kesusahan mereka. Ini adalah suatu aktifitas yang hanya bisa terjadi jika ada ‘bela rasa’ atau ‘rasa solider’. Dalam istilah pastoral, sebuah bentuk ‘compasion’, kepedulian yang benar-benar membuat kita terdorong untuk terlibat bersama dengan orang yang menderita (empati).

Kemudian ‘Ia mendengar teriak mereka’. Aktifitas ‘mendengar’ di sini tidak hanya dengan menggunakan indera telinga, tetapi melibatkan ‘suasana hati yang mendalam’. Apalagi umat digambarkan sedang ‘berteriak’ [meminta pertolongan]. Pertanda, mereka sudah berada dalam situasi yang benar-benar memerlukan campur tangan orang lain [seorang penolong].
Menariknya ialah, pemazmur melukiskan bentuk ‘kebaikan Tuhan’ yang membuat Ia terlibat bersama dalam hidup dan pengalaman [penderitaan] manusia.

(b) Setia pada Janji. Memang relasi janji adalah relasi permanen Allah dengan Israel. Bahkan Allah digambarkan sebagai pihak yang selalu setia dan berpegang, atau mengingat janji itu, lalu menggenapinya. Di sisi lain, janji itu juga membuat Israel cenderung angkuh, dan ‘tegar tengkuk’. Karena itu, mereka telah berbiasa dengan ‘tobat-murtad, tobat-murtad lagi’. Dalam teks PL, termasuk teks telaahan kita (ay.45-46), malah janji itu membuat Allah menyesal telah menimpakan kemalangan kepada Israel. Apakah sifat Allah seperti demikian? Aspek penting di sini adalah tanggungjawab etis manusia atas kasih setia dan janji [keputusan iman] dengan Tuhan.

(c) Keselamatan dan Puji-pujian. Ada hal menarik di sini. Keselamatan itu menjadi tanda persekutuan atau penyatuan kembali (reunion) umat yang telah terserak-serak. Di dalam penyatuan kembali itu, dimensi pujian (worship) menjadi tuntutan etis yang tidak bisa dielak. Nah, di sinilah kita berusaha untuk memaknai apa yang disebut selama ini sebagai ‘pembaruan’ atau ‘perubahan’ oleh budi. Termasuk karena itu, pembangunan kembali hidup kita pascakonflik, di mana relasi antarwarga semakin longgar, kontrol sosial yang semakin longgar. Kemudian, untuk direfleksikan saja, bahwa pada saat kita terpuruk, semangat dan intensitas memuji dan beribadah sangat tinggi [melalui Posko-posko doa], tetapi setelah keluar dari keterpurukan, pascakonflik, aktifitas sosial berjalan apa adanya ibadah dan doa mulai suam-suam kuku. (eltom)

Comments

trending berita said…
This comment has been removed by a blog administrator.

Popular posts from this blog

MAKNA UNSUR-UNSUR DALAM LITURGI

Makna Teologis dan Liturgis Kolekta/Persembahan

Hukum dan Keadilan dari Tangan Raja/Negara