YAM: Konsep Ketuhanan Kanani

Oleh. Elifas Tomix Maspaitella

KONSEP POKOK YAM
Yam, berasal dari kata Kanani yang berarti "sea/laut", adalah nama Tuhan Sungai dan laut dalam masyarakat Ugarit. Ia juga sering diberi gelar hakim Nahar atau Hakim Sungai, dan sering juga dipahami sebagai salah satu tuhan dalam konsep Elohim atau anak El, suatu nama yang baru muncul dalam konteks pantheon Levantine. Dalam konteks pantheon Levantine itu, nama Yam berarti ”laut” sedangkan nahar berarti “sungai”.

Yam sering dipahami sebagai tuhan yang mensimbolkan kekacauan (chaos) dan menunjuk pada suatu kekuatan di laut yang menyebabkan badai, gelombang yang besar, dan bisa menimbulkan kehancuran. Dalam mitologinya diceritakan bahwa tuhan mengusir Yam dari gunung Sappan di surga, dan terhampar ke laut, serta dilayani oleh naga berkepala tujuh yang bernama Lotan, yang disebut sebagai pelayannya. Di sini kita diingatkan pada leviathan dalam Ayub 40:20-41:25.

Yam selalu bertentangan dengan Baal Hadad di lembaga keilahian. Ia adalah tuhan laut dan tempatnya adalah di abyss, suatu tempat yang sering diasosiasikan dengan tempat yang dalam (di dalam perut bumi - tehwom), atau di laut lepas. Pada posisi itu kita diingatkan akan mitologi Baal dan dewa Mot yang memerintah alam bawah bumi, atau kematian. Dalam teks Ugarit, Yam adalah musuh utama Hadad sebagai penguasa surga, dan anak sulung dari El, yang dalam bahasa Yunani disebut dewa Kronos, seperti Baal yang diidentikkan dengan Zeus. Yam berkeinginan untuk menjadi Tuhan, tetapi mereka saling membunuh, dan Hadad dikabarkan mati, tetapi bangkit lagi, dan pada saat ia bangkit, Yam datang kembali dari dasar/bagian bawah bumi.

YAM DALAM EPIC BA'AL
Dalam epik Ba’al, El, raja para dewa, menunjuk Yam untuk melawan Hadad sang raja surga. Dalam teks epik itu KTU 1.2iv tertulis:
"aku sendiri, El, menaruh engkau di atas tanganku
Aku meneguhkan namamu.
Yam adalah namamu,
Namamu, Yam, adalah kekasih El
"[lawanlah] tuhan penguasa tertinggi—
Karena ia mengatakan hal yang buruk kepadaku—
[dan] tarik dia dari takhta kerajaannya,
Dari tempat tidurnya,
Dari tampuk di mana ia memerintah.
Tetapi jika kamu tidak menarik dia dari takhtanya,
Dari tampuk kekuasaannya,
Ia akan memakanmu habis...
Ia akan melemparkan mu menjadi pelayan kambing dombanya.
Ia akan merantai tanganmu,
menjadikanmu domba korban."

Dalam epik itu, Baal, anak Dagon, ingin menjadi penguasa para Tuhan. Ia berhadapan dengan Pangeran Yam-Nahar, anak El. Tetapi El, Bapak Shunem, telah menyerahkan tampuk kekuasaan itu kepada Yam, dan memberi kuasa penghakiman kepada Nahar.

Yam memerintah dengan tangan besi. Ia memperbudak banyak orang dalam masa pemerintahannya. Orang-orang yang diperbudaknya selalu mengeluh kepada Asherah, Putri Laut, ibu mereka.

YAW: HUBUNGAN ANTARA YAM dan YHWH
Menurut beberapa sumber, Yam sering juga disebut Ya'a atau Yaw, seperti dalam teks KTU 1.2 iv yang diterjemahkan Mark S. Smith.[1] Sedangkan konsep YHWH sering dikaitkan dengan Yam dan Tuhan dalam teks-teks PL. Ini cenderung merupakan suatu spekulasi bahasa, antara kata Yaw, atau Yah, Yahu, dan YHWH. Hommel, profesor bahasa Semit di Munic, seperti dikutip Theophilus G. Pinches, berpendapat bahwa: "nama Ya adalah bentuk lain dari Ea...". Dengan teori ini Ya’a dikaitkan dengan Tuhan air, baik air asin (Yam) dan air tawar (Nahar), dan hal itu pun sama dalam memahami konsep Ea[2] dalam ketuhanan orang-orang Mesopotamia. Pandangan ini didukung oleh hasil penelitian arkeologi yang dilakukan Jean Bottero[3] dan lainnya, walau ada banyak orang pula yang menyangsikannya.[4]

YAM dalam Tradisi Yahudi
Konsep Yam, sebagai suatu konsep ketuhanan mungkin tidak dikenal secara luas sebagai suatu konsep keagamaan orang-orang Yahudi yang kemudian menganut monotheisme praktis, yaitu percaya hanya kepada YHWH. Sejauh itu, munculnya konsep YHWH memakan waktu yang panjang dalam sejarah agama orang-orang Yahudi, termasuk perkembangan konsep dimaksud dalam kelompok yang mengidentikkan diri mereka sebagai ‘apiru.[5]

Terkait dengan eksistensi Yam dalam, teks-teks Ibrani memuat gambaran itu dengan melihat pada sejarah keluaran dari Mesir. Menurut Dennis Bratcher, memang spekulasi mengenai kisah keluaran dari Mesir itu cukup menjadi bahan debat tersendiri, terutama jika kita merujuk pada Keluaran 13-15, yaitu mengenai jumlah orang Israel yang keluar dari Mesir, route yang ditempuh, tanggal yang pasti, dll. Karena itu tidak heran jika terjadi berbagai spekulasi, dan tersebar berbagai cerita yang kadang bisa dipahami sebagai catatan-catatan fiktif.[6]

Salah satu bagian dari kisah Keluaran dari Mesir yang cukup mengundang spekulasi itu adalah kisah penyeberangan Laut Merah (Red Sea). Dari struktur ceritanya, kita bisa memperkirakan bahwa orang-orang Ibarni itu keluar dari tanah [Mesir] dan menyeberangi Laut Merah. Artinya, orang-orang Ibrani berjalan jauh ke Selatan dan menyeberang Laut Merah sebelum mereka tiba di dataran Sinai. Beberapa orang melihat peristiwa itu sebagai suatu keajaiban, karena luas Laut Merah itu sekitar 150 mil, berbeda dengan Terusan Suez yang hanya berukuran 17 mil. Bagaimana mungkin peristiwa itu terjadi hanya dalam satu malam. Cerita itu memperlihatkan banyak sekali teks-teks PL yang terkait dengan gambaran air atau laut.

Masalahnya adalah teks-teks PL tidak pernah menjelaskan perihal nama Laut Merah itu. Walaupun dalam teks PL muncul istilah Yam suph. Kata Yam dalam bahasa Ibrani adalah kata yang menunjuk pada "sea/laut," walaupun dalam bahasa Ibrani sering diasosiasikan dengan air yang rasanya asin maupun tawar. Sedangkan kata suph adalah kata yang berarti "reeds/galah-galah" sejenis rumput atau tanaman tepi air yang batangnya berair dan panjang, seperti muncul dalam teks Kel. 2:3, 5 untuk menggambarkan keranjang yang dihanyutkan dalam Sungai Nil yang berisi bayi Musa. Jadi, Yam suph dapat saja diterjemahkan dengan “laut atau air yang ditumbuhi galah-galah [di sekitarnya]” (lihat., Bil. 14:25, Ul. 1:40, Yosua 4:23, Mzm. 106:7,dll).

Memang naskah-naskah PL dalam King James Version (KJV), Septuaginta, dan Vulgata, menterjemahkan Yam suph sebagai "Red Sea" (Laut Merah), dan sepertinya sudah menjadi terjemahan tradisional dalam teks-teks Ibrani. Bagaimana pun, terjemahan Yam suph sebagai "Sea of Reeds" (laut atau air yang ditumbuhi galah-galah di sekitarnya) juga sering digunakan dalam arti khusus.

Karena itu, penggunaan istilah Yam dalam tradisi Ibrani, selalu dikaitkan dengan daerah-daerah yang dilalui orang Ibrani dalam peristiwa keluaran dari Mesir. Beberapa sejarahwan memulai dengan melihat posisi kota Ramses dan Pithom yang disebut dalam Kel (1:11), dan sesuai hasil arkeologi, kota Ramses itu bertempat di Delta sungai Nil, dekat dengan Kadesh-Bernea. Rute ini dipahami sangat dekat dari Mesir ke arah Selatan, yaitu ke daerah Sinai, tempat penyeberangan orang-orang Ibrani. Jika demikian, maka Yam suph tidak menunjuk pada ide ketuhanan melainkan teritori air yang ditumbuhi galah-galah di sekitarnya, dan perjalanan itu bisa dilakukan dalam waktu yang singkat (semalam – bnd. Kel.14:15-21), ke arah Jebel Musa atau “gunung Musa” yaitu daerah Sinai yang berjarak sekitar 30 mil dari Kadesh-Bernea.

Persoalannya adalah mengapa ide mengenai Yam dalam arti TUHAN itu masih menguat ketika orang-orang Ibrani sudah ada di padang gurun? Terlepas dari persoalan rute keluaran dari Mesir, ide mengenai Yam itu, terkait dengan dua persoalan pokok dalam sejarah orang-orang Ibrani, yaitu:

Pertama, orang-orang Israel tidak terlalu terkonsentrasi dengan lokasi geografis; terutama sebagai pastoral nomaden, mereka sering berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Di sini istilah Yam suph sebagai suatu nama, lebih menggambarkan suatu area. Dapat dilihat secara jelas dalam Kel 15:1-18, Nyanyian Musa dan Israel. Di sini Yam suph lebih menunjuk pada suatu tempat, yaitu air yang ada tumbuhan galah-galah.

Kedua, sebetulnya tidak ada masalah jika istilah bahasa Ibrani Yam juga mengandung makna ketuhanan seperti dalam mithos Ba'al, tuhan Yamm sebagai penguasa situasi chaos, atau juga dipahami sebagai “naga besar”. Dalam mithos itu dikabarkan Baal memerintah Yamm untuk menghancurkan air (asin) dan mendatangkan banjur. Mithos itu diterjemahkan Israel untuk menunjuk bahwa Tuhan itu bertindak aas laut dan melalui cerita itu mereka merefleksikan cerita tua yang ada dalam sumber-sumber keagamaan mereka, termasuk cerita keluaran dari Mesir, dengan menyeberangi Laut Merah sebagai bentuk dari tindakan Tuhan/YHWH.

Karena itu, ide mengenai Yam terus berkembang sampai Israel berada di daerah Kanani. Mereka berpegang pada pemahaman bahwa Tuhan dalam ide Yam itu adalah simbol kehancuran/destruktif, dan ia yang menyebabkan semua kehancuran bangsa-bangsa lain (termasuk tembok Yerikho – Yosua 6). Dengan cerita itu, diakui bahwa keluaran dari Mesir adalah cerita ketika YHWH mendeklarasikan kekuasaannya atas alam, dan Ia sendiri yang menyebabkan semua kekacauan itu. YHWH bukan Baal. Sebab YHWH yang mengendalikan air dan memberikan Dialah yang berkuasa atas semunya (bnd. Mzm. 68).

Jadi Israel menggambarkan kemenangan YHWH dalam peristiwa Laut Merah bukan semata sebagai kemenangan atas Firaun, tetapi atas kuasa-kuaas kekacauan (forces of chaos) di dunia dalam simbol air. Dengan pemahaman itu, kemudian YHWH, menjadi ide ketuhanan Yahudi yang utama; tetapi dikembangkan dari ide-ide ketuhanan bangsa sekitar yang pernah mereka jumpai.


Buku Rujukan:

Bottero, Jean (2004) "Religion in Ancient Mesopotamia" (University Of Chicago Press)
Bratcher, Dennis, “The Yam Suph: “Red Sea” or “Sea of Reeds””, dalam Biblical and Theological Resources for Growing Christian, (The Voice Institute, 2006)
Cohn, Norman. Cosmos, Chaos and the World to Come, The Ancient Roots of Apocalyptic Faith, New Haven and London. Yale University Press, 1993.
Smith, Mark S. (2001) "The Origins of Biblical Monotheism: Israel's Polytheistic Background and the Ugaritic Texts" (Oxford: Oxford University Press)
Pinches, Theophilus G. (1908), The Old Testament in the Light of the Historical Records and Legends of Assyria and Babylonia, London. Society For Promoting Christian Knowledge.
Vriezen, Th. C., Agama Israel Kuno, terj. I.J. Cairns, (BPK Gunung Mulia, Jakarta, cetakan ke-3, 2001)

Catatan:
[1] Mark S Smith, The Origins of Biblical Monotheism: Israel's Polytheistic Background and the Ugaritic Texts, (Oxford: Oxford University Press, 2001), 45
[2] Theophilus G. Pinches., The Old Testament in the Light of the Historical Records and Legends of Assyria and Babylonia., London. Society For Promoting Christian Knowledge, 1908), 37-49
[3] Jean Bottero, Religion in Ancient Mesopotamia (University Of Chicago Press, 2004), 137-153
[4] Norman Cohn, Cosmos, Chaos and the World to Come, The Ancient Roots of Apocalyptic Faith, (New Haven and London. Yale University Press, 1993), 140-141. lihat John Gray, The god Yaw in the Religion of Canaan, (in Journal of Near Eastern Studies. Chicago. Vol. 12, 1953), 278-283.
[5] Baca. Norman K. Gottwald, The Tribes of Yahweh: A Sociology of the Religion of Liberated Israel 1250-1050 B.C.E, (Orbis Books, Maryknoll, New York, fourth printing 1993), 389-409; baca juga Th. C. Vriezen, Agama Israel Kuno, terj. I.J. Cairns, (BPK Gunung Mulia, Jakarta, cetakan ke-3, 2001), 145 dyb
[6] Dennis Bratcher, “The Yam Suph: “Red Sea” or “Sea of Reeds””, dalam Biblical and Theological Resources for Growing Christian, (The Voice Institute, 2006), 13

Comments

redtomato said…
Hal : Informasi
Kepada Gereja Tuhan YESUS Kristus
Di tempat.

Salam sejahtera di dalam kasih dan anugerah Tuhan kita YESUS Kristus,

Perkenankanlah, saya dari Yayasan Lentera Bangsa, menginformasikan bahwa kami telah menerbitkan Kitab Suci untuk Kristen yang diterjemahkan secara (mendekati) literal dengan tanpa memakai kata/nama ALLAH lagi di dalamnya, karena memang secara literal nama Allah tidak ada di dalam naskah berbahasa asli (Ibrani & Yunani). Diterjemahkan dari Masoretic Text (naskah sumber bahasa Ibrani, PL) dan Textus Receptus (naskah sumber bahasa Yunani, PB). Kata/nama Allah dipakai dalam terjemahan Alkitab – terutama alasannya adalah kontektualitas, terutama di negara-negara berpenduduk mayoritas/berbaur dengan komunitas muslim. Namun di dalam Kitab Suci ini, Nama diri TUHAN tidak ditranslasi, melainkan ditransliterasi (karena nama diri siapa pun tidak diterjemahkan, red.) – agar anak-anak Tuhan dapat kembali mengetahui dan mengingat Nama diri Tuhan Semesta Alam yang jelas-jelas tertulis di dalam naskah berbahasa asli Kitab Suci! (Download di sini!)

Kami percaya bahwa Kitab Suci (Alkitab) adalah Tanpa Salah Dalam Naskah Aslinya (Innerancy), namun dalam proses penerjemahan ada kendala-kendala teknis yang memungkinkan terjadi kesalahan penerjemahan. Untuk itulah, KS-ILT ini hadir sebagai pembanding (karena diterjemahkan mendekati literal, dengan mempertahankan jenis kata, kata sifat/kerja/keterangan, pasif dan aktif dsb – serta mentransliterasi nama diri Tuhan Semesta Alam yang sekitar 7000 kali di dalam teks berbahasa asli Kitab Suci), agar umat Tuhan dapat mengerti dengan lebih baik maksud dan kehendak Tuhan dalam hidupnya.

Kata Pengantar dan beberapa isi kitab dapat dilihat di sini:
http://books.google.co.id/books?id=xOnpRGpkFFcC&printsec=frontcover&dq=YLB&ei=vMaKSfOKDp-4lATYpJTJBQ

Jika Bapak/Ibu butuh informasi lebih lanjut, silakan hubungi kami di alamat email ks-ilt@abiyah-pratama.com. Terima kasih.
Kiranya YESUS Kristus Sang Kepala Gereja selalu memberkati kita, sampai Dia datang kali yang kedua.
Halleluyah!


Hormat kami,
Team Distribusi Kitab Suci ILT
Ruko Cempaka Mas Blok K-31
Jakarta Pusat 10640 Indonesia
Telp. 021-42889058, 42886275; Fax. 021-42889085

Website Kitab Suci: www.yalensa.org
Email: ks-ilt@abiyah-pratama.com

Popular posts from this blog

MAKNA UNSUR-UNSUR DALAM LITURGI

Makna Teologis dan Liturgis Kolekta/Persembahan

Hukum dan Keadilan dari Tangan Raja/Negara